Hasto, Gardi Gazari, Eva Kusuma
SURABAYA (sekilasmedia.com) Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, akhir-akhir ini kian banyak yang menilai banyak yang diduga kian diwarnai kontroversi dan politis, lebih-lebih OTT untuk Walikota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar dan Bupati Tulungagung (non-aktif) Syahri Mulyo yang mereka semua merupakan kader PDIP yang mengakar dukungan di masing-masing daerah sehingga ada pihak yang berharap dengan mereka terkena OTT maka suara untuk jago PDIP dalam Pilgub Jatim 27 Juni 2018 tersebut akan menurun drastis di kawasan Blitar-Tulungagung dan sekitar. Apalagi OTT terhadap Samanhudi dan Syahri Mulyo ternyata OTT Gaya Baru lewat orang lain sehingga terjadi secara tidak langsung dan diragukan kelayakan OTT-nya.
*EVA KUSUMA SUNDARI: OTT PURBALINGGA – TULUNGAGUNG – KOTA BLITAR ADA CAMPUR POLITIK*
Politisi perempuan DPP PDIP yang juga anggota DPR RI 2009-2014 dan 2016-2019 (PAW, red.), Eva Kusuma Sundari melihat OTT penetapan tersangka oleh KPK yang terjadi tiga kali dalam seminggu terhadap kader PDIP yang menjadi Kepala Daerah (Tasdi Bupati Purbalingga, Walikota Blitar dan Bupati Tulungagung non-aktif, red.) tersebut ada campur tangan politik.
Dalam tahun politik (adanya Pilkada serentak 27 Juni 2018 dan menuju Pileg/Pilpres 17 April 2019, red.), menurut Eva Kusuma Sundari, segala sesuatu bisa dipolitisasi. Meskipun dirinya tidak bisa (tidak mungkin, red.) menjelaskan pihak siapa yang mendesain politisasi tersebut.
*HASTO KRISTIYANTO: ADA OKNUM KPK YANG TIDAK BISA MELEPASKAN DIRI DARI KEPENTINGAN DILUAR PEMBERANTASAN KORUPSI*
Hal kurang lebih sama dengan Eva Kusuma Sundari disampaikan Hasto Kristiyanto sekretaris Jenderal DPP PDIP. Bahkan Hasto mengaku saat berada di Tulungagung dan Kota Blitar, banyak yang bertanya apakah OTT tersebut murni upaya pemberantasan hukum ataukah sebaliknya, ada kepentingan politis dibaliknya?
“Hal ini mengingat bahwa yang menjadi sasaran adalah mereka yang memiliki elektabilitas tertinggi dan merupakan pemimpin yang sangat mengakar,” ungkap Hasto Kristiyanto, dimana Samanhudi terpilih untuk periode kedua Walikota Blitar (periode 2016-2021, red.) dengan perolehan suara 92 persen lebih. Sedangkan Syahri Mulyo Bupati Tulungagung 2013-2018, sebagai incumbent sedang maju Cabup lagi pada Pilkada 27 Juni 2018 (untuk periode 2018-2023, red.) dan menjadi cabup terkuat.
*GARDI GAZARIN: KPK JANGAN LUPA PENCEGAHAN DAN JANGAN OTT JELANG PILKADA DAN PEMILU*
Hasto Kristiyanto memperjelas, keduanya (Samanhudi dan Syahri Mulyo, red.) tak ada di tempat saat KPK menangkap sebagian orang yang diduga terlibat korupsi di Kota Blitar dan Kabupaten Tulungagung tersebut. Hingga Gardi Gazarin selaku Pengamat Kamtibmas Jatim minta KPK tidak grusa-grusu menyatakan OTT, jika ternyata tidak terbukti OTT.
Selain itu Gardi Gazarin juga minta KPK agar tidak melakukan OTT dalam momen-momen jelang Pilkada 27 Juni 2018 ataupun bahkan saat jelang Pemilu Legislatif dan Pilpres 17 April 2019. Hal penting lain menurutnya adalah agar KPK lebih bergerak pada sisi pencegahan, agar perspektif tentang korupsi bisa lebih dipahami secara lebih luas dan pada saatnya bisa menekan jumlah terjadinya korupsi. “OTT berbeda dengan pencegahan, apalagi jika OTT tidak sesuai standar OTT misalnya,” ungkap Gardi Gazarin.
*DAFID: OTT KEPALA DAERAH TERBANYAK DI JATIM, BANYAK CIVIL SOCIETY YANG TERSINGGUNG*
Dalam amatan Dafid Dzikrulloh dari Forum Peduli Kerakyatan-Sejahtera (FPK-S) Jatim, reaksi arus atas DPP PDIP hingga arus bawah terhadap KPK merupakan hal yang wajar. Bahkan lebih banyak arus bawah demi arus bawah yang mengkritisi KPK hingga tidak menutup kemungkinan pada saatnya KPK juga akan dilawan oleh Civil Society, dan bukan malah didukung. “Mereka bisa tersinggung jika Jatim dianggap sebagai bagian daerah yang paling korup,” ungkap Dafid Dzikrulloh.
Apalagi jumlah kepala daerah yang terbanyak kena OTT di Jatim tak jarang adalah kader PDIP dan mereka yang mendapat dukungan utama dari PDIP. Diantaranya adalah Eddy Rumpoko Walikota Batu 2007-2012 dan 2012-2017, Taufiqqurahman Bupati Nganjuk 2008-2013 dan 2013-2018, lalu Mas’ud Yunus Walikota Mojokerto 2008-2013 dan 2013-2018. Begitu pula Mustofa Kamal Pasa Bupati Mojokerto 2010-2015 dan 2015-2020, ditambah Syahri Mulyo Bupati Tulungagung 2013-2018 yang sedang maju Cabup lagi, serta M.Samanhudi Anwar Walikota Blitar 2011-2016 dan 2016-2021. “Tak mengherankan banyak kalangan grassroot PDIP yang merasa bahwa PDIP sedang dijadikan target. Disisi lain banyak pula Civil Society yang jenuh dengan KPK yang tidak bisa menahan diri soal OTT sehingga terkesan politis karena jelang Pilkada 27 Juni 2018. Jangan salahkan jika Civil Society akan kian besar yang berhadapan dengan KPK,” ungkap Dafid Dzikrulloh yang juga pengurus ISNU, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama, Jawa Timur. Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926.