Reporter: tim
Editor: Siswahyu
JAKARTA – tarunamedia.com
Pasca Pemilihan Kepala Daerah serentak yang dilaksanakan pada 27 Juni 2018 lalu yang hasilnya mayoritas juga sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum masing-masing daerah, hal tersebut lantas berlanjut menjadi bagian parameter menuju Pemilihan Umum 17 April 2019 lebih-lebih Pemilihan Presiden yang untuk Tahap Pendaftaran akan dilaksanakan tanggal 4-10 Agustus 2018. Pilpres yang bersamaan dengan Pemilu Legislatif/Pileg yang pertama kali diadakan sejak pasca reformasi 1998 inipun membutuhkan kecermatan kalkulasi berpolitik dipadukan dengan realita. Kurang-lebih hal tersebut diungkapkan R.Tri Harsono Forum Peduli Indonesia-Sejahtera/FPI-S.
*PILPRES 2019 MENGERUCUT PADA PRABOWO DAN JOKOWI SERTA JARINGAN SBY KARENA ADANYA PRESIDENTIAL TRESHOLD*
Menurut R.Tri Harsono jika saat ini perhatian untuk Pilpres 2019 mengerucut pada Prabowo dan Joko Widodo serta jaringan Susilo Bambang Yudhoyono, hal tersebut diantara faktor utama karena adanya aturan Presidential Treshold yang membatasi bahwa yang bisa mengusung Capres-Cawapres adalah parpol/gabungan parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR RI atau parpol/gabungan parpol yang memiliki minimal 25 persen suara di DPR RI.
Sehingga hal tersebut membatasi kemungkinan berbagai calon presiden yang sebenarnya secara pribadi memiliki potensi dan komitmen kerakyatan namun dalam kenyataan harus pasrah tidak bisa maju Capres atau Cawapres karena terkena aturan Presidential Treshold. Potensi munculnya pemimpin yang berkualitas pun kian sempit. “Hal tersebut juga mempersempit peluang parpol pemenang Pemilu 2014 untuk memanfaatkan modal kemenangannya untuk mengusung Capres dari internal parpol,” ungkap R.Tri Harsono. Padahal seperti PDIP atau Golkar atau Gerindra sebagai parpol pemenang Pemilu 2014 harusnya bisa memunculkan Capres dari internal sekaligus untuk memaksimalisasi konsolidasi kesolidan internal. Namun karena Presidential Treshold maka mereka harus berkoalisasi dan mayoritas tidak bisa mengusung Capres dari internal.
*JIKA TANPA PRESIDENTIAL TRESHOLD BISA SAJA PUAN CAPRESNYA PDIP, JK CAPRESNYA GOLKAR, PRABOWO CAPRESNYA GERINDRA DSJ-DSJ*
Menurut R.Tri Harsono jika tanpa Presidential Treshold maka bisa justru sangat menguntungkan parpol yang memiliki modal dari kemenangan pada Pemilu 2014. Misal PDIP dengan modal 19 persen suara, jika semua parpol bisa mengajukan Capres-Cawapres, maka PDIP bisa mengusung Puan Maharani-Moeldoko misalnya atau berpasangan dengan yang lain, memiliki peluang besar memenangkan Pilpres 2019 maupun Pemilu Legislatifnya sekaligus menguatkan internal dan transisi regenerasi.
Begitupun Golkar bisa mengusung Capres internal misal Jusuf Kalla, Airlangga Hartarto, Luhut Panjaitan, Agung Laksono atau yang lainnya tentu dengan kalkulasi yang paling rasional untuk menyatukan dan memenangkan. Begitupun Gerindra bisa mengusung Prabowo, atau Prabowo mempercayakan pada Anies Baswedan misal atau yang lain. Dengan tanpa Presidential Treshold juga memungkinkan muncul tokoh-tokoh potensial seperti Yusril Ihza Mahendra, juga Tommy Soeharto yang dirindukan membawa kemakmuran rakyat seperti yang pernah dihadirkan pada era Presiden Soeharto yang murah sandang pangan seger kewarasan.
*KARENA ADA PRESIDENTIAL TRESHOLD YANG DIOTAK-ATIK CENDERUNG HANYA SOAL CAWAPRESNYA JOKOWI DAN CAWAPRESNYA PRABOWO*
Menurut R.Tri Harsono diantaranya karena Treshold itu pula lantas yang diotak-atik cenderung hanya soal siapa yang menjadi Cawapresnya Jokowi, dan siapa Cawapresnya Prabowo. Bahkan pengamat politik, hukum dan keamanan Dewinta Pringgodani-pun terang-terangan mendukung Moeldoko menjadi Cawapres Jokowi. Diantara alasan utamanya karena Moeldoko memiliki sejumlah kelebihan yang menurutnya bisa saling melengkapi dengan Jokowi.
Menurut Dewinta Pringgodani Jokowi yang berlatang belakang sipil memerlukan pasangan dari kalangan militer. Dengan kata lain pas jika didampingi Cawapres yang memiliki latar belakang kuat dalam bidang militer serta pertahanan keamanan. Hal lain menurut Dewinta adalah karena Moeldoko tokoh yang bukan dari partai politik meskipun sempat sebentar bergabung dengan Partai Hanura-nya Wiranto, namun tidak lama setelah itu menyatakan keluar dari Hanura.
*SONNY PUDJISASONO: JIKA TANPA PRESIDENTIAL TRESHOLD, JELAS PARTAI BERKARYA NENGUSUNG TOMMY SOEHARTO JADI CAPRES, UNTUK CAWAPRES BISA SAJA GATOT ATAU KHOFIFAH ATAU TOKOH NU LAINNYA*
Pada bagian lain dan terpisah, jika dalam Pilpres 2019 nanti tidak ada Presidential Treshold, maka sudah menjadi garis bagi Partai Berkarya untuk mengusung Sang Ketua Umum (Tommy Soeharto, red.) menjadi Calon Presiden. Mengenai Cawapresnya bisa siapa saja yang memiliki potensi dan kecocoka, misal Jenderal TNI (purn.) Gatot Nurmantyo, bisa juga Khofifah Indar Parawansa atau tokoh NU yang lainnya. Kurang lebih hal tersebut diungkapkan Sonny Pudjisasono Waketum Partai Berkarya yang juga Ketua Bappilu DPP Partai Berkarya dan memiliki kedekatan dengan banyak artis/selebritas karena posisinya sebagai produser film layar lebar.
Sonny yang juga dikenal sebagai tokoh buruh dan pernah menjadi Sekjen bahkan Ketua Umum Partai Buruh ini menegaskan pentingnya peran sentral Ketua Umum Partai Berkarya Tommy Soeharto, apalagi seluruh putera-puteri Presiden Soeharto bersama Tommy Soeharto kini telah bersatu dalam Partai Berkarya termasuk Mbak Tutut (Siti Hardiyanti Indra Rukmana, red.), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediyati Hariyati (Mbak Titiek, red.) dan Siti Hutami Adiningsih (Mamiek, red.). “Dengan bersatunya seluruh putera-puteri Pak Harto, kami optimis Partai Berkarya akan menjadi besar pada Pemilu 2019. Bahkan jika tak ada Presidential Treshold, pasti kami mengusung Mas Tommy Soeharto sebagai Calon Presiden,” tandas Sonny Pudjisasono yang juga maju Caleg DPR RI Partai Berkarya Dapil Malang Raya (Kabupaten/Kota Malang dan Kota Batu, red.) Jawa Timur. Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926.