Blitar, Sekilasmedia.com-Dari pantauan sekilasmedia.com agenda rapat paripurna penandatangan nota kesepakatan bersama tentang perubahan KUA PPAS 2022, gagal terlaksana.
Sesuai jadwal yang diterima Sekilasmedia.com, rapat paripurna penandatangan nota kesepakatan bersama tentang perubahan KUA PPAS 2022 yaitu 31 Agustus 2022, Jam 13.00 Wib. Ditunggu sampai malam paripurna belum dilaksanakan.
Menanggapi belum terlaksananya paripurna, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar M. Rifa’i melalui pesan Wa mengatakan bahwa paripurna gagal tidak terlaksana karena tidak ada mandat dari pimpinan, semua tergantung dari Ketua untuk menjalankan atau menunda paripurna.
“Yaa,,,sebenarnya nota kua/ppas itu bola ada didewan, artinya bertanggung jawab untuk membahas dan menyelesaikan, sesuai dengan jadwal yg ditanda tangani p ketua bahwa tgl 31 Agustus 2022 ada jadwal paripurna, tapi tidak terlaksana karena pak Ketua tidak bisa hadir sehingga paripurna bukan gagal qourum tapi gagal tidak terlaksana karena pak ketua tidak memberikan mandat kepada pimpinan yg lain baik untuk menjalankan atau menunda paripurna, sehingga kami pimpinan tidak bisa berbuat banyak, walaupun sebenarnya dewan itu kolektif kolegial tapi semua tergantung dari ketua, “Ucap Rifa’i.
Sementara itu Mujianto S.Sos, pemerhati kebijakan, Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar sekaligus Direktur Blitar Information Center (BIC) Blitar, terkait gagalnya paripurna disebabkan terjadi kurangnya keharmonisan hubungan antara Pemerintah Kabupaten Blitar dengan DPRD Kabupaten Blitar
“Lagi-lagi, nampak bahwa terjadi kekurang harmonisan hubungan antara pemerintah dan legislatif, sinyal ini terlihat dalam setiap kegiatan dalam moment-moment penting dan strategis, seperti selasa 30 Agustus 2022 yang seharusnya agenda kegiatan rapat bersama antara Badan Anggaran dan TAPD membahas Perubahan KUA PPAS Tahun 2022 dan agenda tanggal 31 Agustus 2022, Rapat Paripurna agenda Penandatanganan Kesepakatan Bersama tentang perubahan KUA PPAS Tahun 2022, ” ucap Mujianto.
Mujianto menambahkan bahwa kesepakatan anggaran adalah kesepakatan politik bersama antara legislatif dengan eksekutif.
“Saya melihatnya dari kaca-mata politik, kesepakatan anggaran adalah kesepakatan politik bersama antara legislatif dan eksekutif yang akhirnya melahirkan kebijakan politik, kebijakan politik inilah sehingga bagaimana agar visi – misi Bupati-Wakil Bupati terpilih dapat berjalan secara efektif, agar bisa berjalan efektif inilah maka peran partai pengusung Bupati-Wakil Bupati yang menang dalam pilkada harus bisa menempatkan diri secara efektif pula di lembaga legislatif. Peran partai politik itu tercermin dalam fraksi-fraksi di legislatif. Kondusifitas dan kesolidan di partai pengusung biasanya juga mempengaruhi sejauhmana efektifas kebijakan politik itu dapat berjalan,” tambahnya
Masih kata Mujianto, diketahui Pilkada Blitar telah dimenangkan pasangan yang diusung oleh PKB dengan jumlah kursi 9 dan PAN, dengan jumlah kursi di DPRD 7 kursi, serta didukung oleh PKS dengan jumlah kursi 1. Sehingga total kursi dilegislatif 17 kursi dimiliki oleh partai pengusung Bupati-Wakil Bupati. Sedangkan 33 kursi dilegislatif dimiliki oleh partai non pengusung Bupati-Wakil Bupati Blitar. Jumlah kursi anggota fraksi dari partai pengusung Bupati-Wakil Bupati lebih kecil dari yang bukan partai pengusung.
“Nah, apa yang seharusnya dilakukan oleh fraksi pengusung adalah terus membangun komunikasi politik dengan fraksi non pendukung, memetakan setiap dinamika apa yang berkembang, sehingga langkah komunikasi politik bisa berjalan dengan baik, atau setidaknya kebijakan Bupati berjalan dengan efektif. Komunikasi politik antar fraksi sebagai bentuk kerjasama antara pihak-pihak dalam struktur DPRD juga tidak lepas dari kualitas dan kemampuan komunikasi politik anggota legislatif dari partai pengusungnya, sehingga kerjasama yang berlangsung adalah kerjasama yang produktif. Adanya kerjasama yang harmonis antar fraksi akan menentukan efektifitas kerja di DPRD. Semakin baik komunikasi politik yang berlangsung maka tugas dan fungsi yang diemban akan semakin efektif terlaksana dengan baik. Maka dengan fenomena kejadian-kejadian tidak quorumnya setiap kesepakatan karena tidak optimalnya fungsi fraksi partai pengusung di DPRD akibatnya komunikasi politik antar fraksi menjadi tersumbat dan tidak berjalan efektif, ” tutup Mujianto. ddg