Jombang, Sekilasmedia.com – Dinas Perumahaan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Jombang menghimbau pada masyarakat untuk mewaspadai praktik jual-beli tanah kavling yang saat ini marak terjadi, tanpa site plan (tapak) wilayah perumahan.
Sebab, selain akan memunculkan masalah juga berpotensi mengganggu rencana tata ruang dan wilayah (RT-RW) yang telah ditetapkan dalam regulasi daerah (Perda). Termasuk masyarakat akan merugi karena terancam kehilangan haknya.
Kepala Dinas Perkim Kabupaten Jombang, Agung Hariyadi saat dikonfirmasi di ruang kerjanya mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi hal itu dengan intensif menggelar sosialisasi dan pendekatan. Karena kebanyakan munculnya kasus sengketa jual-beli tanah kavling dilatarbelakangi ketidaktahuan pemilik lahan, pengembang dan masyarakat sebagai pembeli tanah kavling.
“Ketidaktahuan publik mengenai aturan Undang-undang (UU) No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, tentunya bisa berdampak buruk bila terus terjadi. Baik untuk pemilik lahan kavling, pengembang atau masyarakat maupun pemerintah daerah sendiri yang memiliki kepentingan untuk menjaga tata ruang dan wilayah,” papar mantan inspektur pembantu (Irban) bidang pembangunan di Inspektorat Jombang ini, Selasa (20/06/2023).
Agung menambahkan, bila tidak diedukasi, masyarakat sendiri yang akan banyak merasakan dampak negatif atas transaksi jual-beli tanah kavling.
Untuk itu, lanjut alumnus SMAN 2 Jombang, sosialisasi secara kontinyu termasuk melalui media massa diharapkan mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak gegabah membeli tanah kavling yang saat ini marak di masyarakat. Diharapkan semua pihak yang terlibat dalam jual-beli tanah kavling agar saling memahami hak dan kewajibannya. Maka untuk mencapai hal tersebut, diperlukan pemahaman atas apa yang wajib dilaksanakan oleh pemilik lahan atau pengembang.
“Salah satunya tentang izin site plan sebagai dasar dikeluarkannya IMB Induk,” urai alumnus Teknik Sipil ITS Surabaya.
Site plan wilayah itu sendiri, imbuh ayah dua anak ini, mengatur adanya kewajiban pengembang untuk menyediakan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos). “Selama ini jual beli tanah kavling, kan gak ada site plan-nya, termasuk status tanahnya masih hijau atau kuning. Saran saya supaya tidak menyesal di kemudian hari, sesuai aturan jangan beli tanah kavling. Tapi belilah perumahan atau tanah yang bukan dikavling,” jelas Agung.
Di sisi lain, diakui Agung, selama ini banyak terjadi terkait jual beli tanah kavling yang belum memahami dan menghindar terkait penyediaan fasum dan fasos dalam jual-beli tanah kavling.
“Makanya, izin site plan menjadi penting. Tanpa ada izin tersebut tentu tidak akan kami keluarkan rekomendasi untuk perizinannya,” tegas suami Eli Kusnarti.
Agung menegaskan, apapun bentuknya bisnis tanah kavling siap bangun tidak diperbolehkan di Kabupaten Jombang sejak terbitnya Undang-undang (UU) No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Perda nomor 21 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang.
“Kalau bisnis perumahan ya harus berbadan hukum CV atau PT itu boleh. Kalau jualan tanah kavling dalam bentuk perusahaan, pengembang wajib menjual dalam bentuk perumahan. Misalnya ada seseorang punya tanah sekian ribu meter persegi mau dikavling, itu tidak boleh. Kalau jual tanah saja boleh. Kalau jual tanahnya dikavling-kavling itu yang tidak boleh. Pasti konsekuensinya akan berurusan dengan BPN dan hukum,” pungkas pria kelahiran 26 November 1970.
(*Kris/Kay)