Batu, sekilasmedia.com- AKBP Andi Yudha Pranata, S.H., S.I.K., M.Si. menggelar kegiatan Press Release perkara Laporan Polisi Nomor : LP/A/09/IX/2024/SPKT.SATRESKRIM/POLRES BATU/POLDA JAWA TIMUR, tanggal 09 September 2024 mengenai Aborsi Terhadap Anak di dalam Kandungan bertempat di Rupatama Polres Batu, Selasa (17/9).
Pada Kegiatan Release tersebut, Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata menjelaskan jika kedua tersangka tersebut merupakan karyawan swasta salah satu hotel di Kota Batu. Kedua pasangan sejoli ini diduga telah melakukan aborsi oleh kedua tersangka yang diketahui Pria berinisial YR (20) yang berasal dari Kabupaten Sleman dan perempuan berinisial RN (19) dari Kabupaten Malang.
“Proses aborsi ini dilaporkan ke Polres Batu pada Selasa, (3/9/2024) sesat setelah diduga adanya aborsi oleh kerabat tersangka. Dimana kejadian ini terjadi di Toilet female salah satu hotel di kota batu dengan korban Janin didalam kandungan dengan usia kurang lebih 11 minggu,” terangnya.
“Modus yang dilakukan kedua tersangka yang sudah menjalin hubungan sejak Oktober 2023 yang lalu, kemudian melakukan hubungan kurang lebih hingga bulan Juni dan perempuan berinisial (RN) tidak datang bulan, hingga dilakukanlah pemeriksaan kepada bidan maupun dokter diketahui rupanya ada satu janin kemudian kedua pasangan ini sepakat untuk menggugurkan janin tersebut,” ungkap Kapolres Batu.
Menurut Kapolres Batu, proses pengguguran janin tersebut dengan alat bantu dengan obat-obatan yang dibeli dari online, namun rupanya tidak efektif untuk menggugurkan, pada bulan Agustus jumlah takaran obat tersebut dinaikan sesaat kemudian yang bersangkutan berkontraksi perutnya hingga dikamar mandi keluar gumpalan janin.
“Yang menjadi barang bukti ini ada obat-obatan penggugur janin ataupun kapsul, ada centong, handphone dan baju yang digunakan saat aborsi, selanjutnya ada saksi-saksi telah dilaksanakan secara investigasion oleh Satreskrim Polres Batu.” jelasnya.
Lebih lanjut, Kapolres Batu juga mengatakan bahwa saksi-saksi nantinya juga akan diperdalam dengan memperbanyak saksi ahli terkait, termasuk mendatangkan saksi ahli seperti bidan dan dokter untuk memperkuat penyidikan.
“Sebagaimana diatur dalam Pasal 77 A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang. Ancaman Pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (Sepuluh) Tahun,”Tutup AKBP Andi Yudha. (BAS)