Daerah  

Fortifikasi Bagiak Sebagai Wujud Bela Negara

Banyuwangi,Sekilasmedia.com-Yuvita Lira Vesti Arista S.T.P., M.Si (Tenaga Pengajar Program Studi Teknologi Pangan, Jurusan Sains Teknologi Pangan dan Kemaritiman, Institut Teknologi Kalimantan/ Peserta Pelatihan Dasar CPNS LAN RI Angkatan III Puslitbang KOOD Samarinda) (21/9)

Bagiak merupakan salah satu kue tradisional yang berasal dari suku Osing Kabupaten Banyuwangi-Jawa Timur. Bagiak umumnya terbuat dari kombinasi pati sagu, garut dan tapioca yang juga diberi tambahan perisa seperti kayu manis, jahe, vanili dan susu. Jajanan bagiak mempunyai tekstur yang keras ketika dipegang akan tetapi memberikan kesan rapuh ketika dimakan. Masyarakat Banyuwangi menjadikan bagiak sebagai camilan dan juga hidangan pada upacara adat ataupun acara keagamaan.

Bagiak juga juga dikenal sebagai oleh-oleh khas Banyuwangi, dimana wisatawan atau pembeli dapat memperoleh bagiak pada sentra oleh-oleh.

Hingga saat ini terdapat sekitar 2.400 industri atau UMKM (Usaha Mikro, Kecil Menengah) Bagiak yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Industri atau UMKM tersebut tersebar merata hingga keseluruh penjuru kecamatan dan desa yang ada di Kabupaten Banyuwangi (Herlina dan Triana, 2015). Peningkatan produsen dan penjualan bagiak tidak terlepas dari pesatnya sektor pariwisata di Kabupaten Banyuwangi.
Beberapa Studi menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung memilih camilan tinggi kalori namun rendah nutrisi, yang bisa menjadi masalah serius jika tidak diatasi. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan fortifikasi pada camilan, seperti bagiak, menggunakan bahan-bahan yang kaya nutrisi—tinggi protein, serat, mineral, dan profil asam amino, serta rendah gula, lemak, dan garam. Fortifikasi pada Bagiak dapat dilakukan dengan menambahkan bahan fortifikan yang kaya akan protein, mineral dan asam amino esensial seperti “Koro Uceng”

Koro Uceng merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Banyuwangi. Umumnya masyarakat Banyuwangi memanfaatkan ‘Koro Uceng” sebagai makanan pendamping lauk seperi dibuat tumis ataupun dibuat lodeh (dimasak dengan tambahan santan kelapa). Ketersediaan Koro Uceng sangat berlimpah dan mempunyai nilai jual yang relative rendah. Tidak jarang koro uceng hanya dibiarkan mengering di pohon, hal ini sangat disayangkan mebgingat kandungan nutrisi koro uceng yang sangat kompleks.
Fortifkasi Bagiak dengan Koro Uceng dapat meningkatkan kandungan protein, mineral dan asam amino esensial. Peningkatan kandungan nutrisi pada bagiak dapat digunakan sebagai alternatif angka pemenuhan gizi oleh masyarakat. Hingga saat ini masyarakat banyak memenuhi kebutuhan protein, mineral dan asam amino esensial dari tempe. Bahan baku dalam pembuatan tempe merupakan kedelai import yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Peningkatan import kedelai yang terus menerus mengalami peningkatan dapat menjadi sebuah ancaman diantaranya petani kedelai dalam negeri mungkin kesulitan bersaing dengan harga kedelai impor yang lebih murah, mengakibatkan penurunan pendapatan dan berkurangnya produksi lokal. Tidak hanya itu ketergantungan pada produk luar negeri dapat melemahkan rasa nasionalisme dan identitas.

Fortivikasi Bagiak dengan Koro Uceng diharapkan selain dapat menjadi solusi pemenuhan nutrisi juga dapat menjadikan sebagai wujud bela negara oleh masyarakat. Bela negara dengan jalan seperti ini merupakan Langkah yang paling efektif dan sederhana yang dapat meningkatkan kedaulatan berbangsa dan bernegara. (Miska)