Jakarta,Sekilasmedia.com-Setelah sempat tertunda, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun 2025. Sebelumnya, pemerintah sudah menargetkan penerimaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan senilai Rp4,39 triliun, sebagaimana yang telah diatur dalam Perpres No. 76/2023. Tetapi, kebijakan tersebut belum kunjung direalisasikan pada tahun ini.
Melihat konsumsi gula atau pemanis yang tinggi di Indonesia, pemerintah berencana untuk dapat menerapkannya di tahun 2025 mendatang. Selain untuk mengatasi pola konsumsi masyarakat dan juga masalah kesehatan terkait konsumsi gula, tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, dijelaskan bahwa pertumbuhan penerimaan cukai bisa tercapai melalui kebijakan ekstensifikasi. Oleh sebab itu, cukai minuman berpemanis dalam kemasan juga akan digalakkan pada tahun depan.
Terdapat sejumlah alasan yang menyebabkan pemerintah tidak lagi bisa menunda pemberlakuan cukai untuk MBDK. Alasan utamanya adalah tingginya konsumsi gula atau pemanis di Indonesia.
Menurut laporan Center For Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), tercatat bahwa konsumsi MBDK di Indonesia meningkat sebanyak 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir. Indonesia juga menempati urutan negara ke-3 dengan konsumsi MBDK tertinggi di Asia Tenggara pada tahun 2020, yakni dengan jumlah konsumsi sebanyak 20,23 liter/orang/tahun.
Kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena minuman berpemanis ini juga menjadi salah satu faktor terbesar pemicu naiknya jumlah penderita diabetes. Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) pada tahun 2023 menyatakan, angka prevalensi diabetes di Indonesia meningkat menjadi 11,7%. Angka yang disajikan oleh Riskesdas terus meningkat tiap tahunnya, menunjukkan prevalensi di Indonesia terus naik dari tahun ke tahun.
Direktur Teknis dan Fasilitas Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Iyan Rubianto, mengungkapkan bahwa terdapat dua kelompok cukai MBDK. Pertama adalah minuman siap saji (sari buah kemasan dengan tambahan gula, minuman berenergi, kopi, teh dan minuman berkarbonasi, minuman dengan larutan penyegar). Kedua adalah konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran. Minuman siap saji dalam dua kategori diatas akan dikenakan cukai jika mengandung pemanis, baik gula maupun pemanis buatan.
Mengenai tarif cukai yang akan diterapkan belum diatur lebih lanjut, namun dipastikan cukai MBDK perlu memiliki tarif yang cukup tinggi untuk dapat memengaruhi perubahan konsumsi. Terdapat pula konsensus dari para pakar bahwa tarif perlu diterapkan minimal 20% untuk terwujudnya perubahan perilaku konsumen.
Tidak hanya untuk merealisasikan pertumbuhan penerimaan cukai, dengan dirumuskannya kebijakan ini pemerintah memiliki tujuan jangka panjang, khususnya dalam perubahan perilaku konsumen.
Pada dasarnya, cukai merupakan instrumen fiskal dalam mengendalikan eksternalitas negatif, yang dalam hal ini cukai menjadi alat pengendalian konsumsi MBDK. Tingginya angka kematian dan penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia membuat pemerintah menjadikan cukai MBDK sebagai salah satu solusi dalam mengurangi angka penderita PTM.
Diharapkan dengan hadirnya kebijakan ini, masyarakat akan semakin teredukasi dengan bahayanya dampak minuman berpemanis, dan masyarakat terdorong untuk beralih ke minuman yang lebih sehat ataupun mengurangi konsumsi minuman berpemanis.
Meninjau berbagai langkah yang dilakukan oleh negara-negara di seluruh dunia dalam mengatasi masalah kesehatan akibat gula, Meksiko menjadi salah satu perbandingan yang penting. Meksiko merupakan salah satu negara yang telah menerapkan cukai minuman berpemanis yang disebut dengan Sugar-Sweetened Beverages (SSB) sejak tahun 2014 dengan besaran 1 peso per liter minuman berpemanis atau secara persentase kenaikannya adalah sebesar 10%. Dengan penerapan ini, penjualan SSB telah menurun sebesar 8%, dan sejak penerapan tersebut juga menyebabkan peningkatan pada penjualan minuman tidak terkena cukai sebesar 6%.
Penting untuk menyiapkan berbagai langkah sebelum kebijakan itu benar-benar diterapkan, karena akan berdampak pada berhasil tidaknya target yang diinginkan dengan pengenaan cukai itu. Meksiko kembali bisa menjadi rujukan yang baik. Di negara ini, sebelum benar-benar diterapkan, dilakukan serangkaian kampanye pengenalan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap dampak buruk SSB seperti diabetes dan obesitas.
Dari kebijakan SSB ini, diperkirakan 10 tahun sejak pemberlakuannya, akan dapat mencegah 239.000 kasus obesitas. Satu hal yang pasti, sejak kebijakan itu diberlakukan, dampak positifnya bisa langsung dirasakan, yaitu sebanyak 39% kasus obesitas di Meksiko dapat dicegah.
Dari penerapan cukai minuman berpemanis di Meksiko, terbukti bahwa kebijakan tersebut efektif dalam mengurangi konsumsi gula berlebih karena adanya penurunan dalam penjualan minuman berpemanis. Selain itu, perubahan perilaku konsumen juga menunjukkan perubahan ke arah yang lebih positif karena peningkatan penjualan minuman yang lebih sehat dan tidak terkena cukai.
Kampanye edukasi yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya konsumsi minuman berpemanis juga penting untuk dapat diterapkan di Indonesia sebelum diberlakukannya kebijakan cukai MBDK agar kebijakan tersebut dapat terlaksana secara efektif. Melihat dampak positif jangka panjang yang dialami Meksiko, diharapkan pada tahun 2025 Indonesia dapat mengalami dampak positif yang serupa dari penerapan cukai MBDK.
Selain keberhasilannya dalam menurunkan tingkat konsumsi masyarakat dalam konsumsi minuman berpemanis, cukai MBDK juga merupakan kebijakan yang dinilai cost effective atau hemat biaya sehingga dinilai sebagai kebijakan yang tepat untuk diterapkan. Kebijakan ini akan terlaksana secara efektif apabila turut diikuti dengan sosialisasi kesehatan oleh pemerintah seperti edukasi mengenai bahaya konsumsi gula berlebih dan juga pemberian label nutrisi.
Dengan mengoptimalkan keseimbangan antara pemberian strategi promosi kesehatan dan penerapan cukai MBDK, penerapan cukai di tahun 2025 akan dapat menghasilkan dampak yang maksimal, baik dalam mengurangi perilaku konsumsi minuman berpemanis serta penurunan beban penyakit terkait gula yang terus meningkat di masyarakat.
Pada saat yang sama, penerimaan cukai dari MBDK yang ditargetkan sebesar Rp 4,39 triliun akan sangat membantu penerimaan negara khususnya dari sisi perpajakan yang mencapai 80 persen, termasuk penerimaan cukai dan kepabeanan. Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan sejumlah tantangan internal yang dihadapi pemerintah saat ini, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) merupakan instrumen sangat penting bagi perekonomian nasional.
Ditulis oleh: Faizah Amanda Maharani, Mahasiswi Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia