Mersinde seçkin mersin escort bayan larla özel bir deneyim yaşayın, Samsunda escort samsun ile farklı anlar geçirin. Kadıköyde özel ve güvenilir hizmetler için anadolu yakası escort bayan bayanlarıyla tanışın! İstanbul’un gece atmosferinde istanbul gece hayatı keşfedin.

Komparasi Kebijakan Kepabeanan: Kawasan Batam Bintan Karimun (BBK) dan Singapura dalam Mendukung Daya Saing Maritim Internasional

Jakarta,Sekilasmedia.com-Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar dengan luas lautan yang melebihi daratan, memiliki potensi besar di sektor maritim yang menjadikannya layak disebut sebagai Negara Maritim. Secara geografis, Indonesia berada di persimpangan strategis antara dua benua dan dua samudera, serta memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2045, sektor maritim diidentifikasi sebagai salah satu pilar utama untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi Negara Nusantara yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Salah satu fokus pengembangan sektor ini adalah kawasan strategis Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), yang dirancang sebagai hub logistik internasional untuk memperkuat daya saing Indonesia di kancah global. Kawasan ini, dengan letak geografis yang strategis dan potensi ekonomi yang besar, diharapkan dapat menjadi pusat integrasi industri, perdagangan, maritim, dan pariwisata yang mampu bersaing dengan negara-negara tetangga. Upaya ini mencerminkan strategi pemerintah untuk memaksimalkan kekuatan maritim nasional guna mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan sekaligus menghadapi persaingan global.

Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) BBK sebagai Perdagangan internasional tidak jauh dari kegiatan ekspor impor. Hal ini memacu para penyedia transportasi terutama transportasi laut yaitu perusahaan terminal petikemas untuk memberikan suatu pelayanan yang baik, aman dan efisien. Petikemas (container) yang digunakan untuk menempatkan barang yang akan diekspor menjadi penentu kegiatan arus masuk keluar barang. Meskipun berada di jalur perdagangan yang strategis dan mengalami peningkatan arus peti kemas, Pelabuhan Batam masih menghadapi tantangan signifikan dalam bersaing dengan pelabuhan lainnya, terutama Singapura. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki lokasi strategis, Pelabuhan Batam masih mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan perdagangan. pada tahun 2023, arus peti kemas di Pelabuhan Batam, Indonesia hanya mencapai 624.000 TEUs dengan rincian, yaitu peti kemas domestik sebesar 167.000 TEUs dan arus peti kemas ekspor-impor sebesar 457.000 TEUs (Antara & Indoshipping Gazette). Berbeda jauh dengan Pelabuhan Singapura yang mencapai angka tertinggi pada tahun 2023, yaitu 39.010.000 TEUs. Salah satu faktor yang mendukung Singapura adalah penyediaan fasilitas atau insentif kepabeanan di sektor maritim.

Meski berada di kawasan yang strategis dan menawarkan berbagai insentif pajak seperti pembebasan Bea Masuk, fasilitas kepabeanan di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) masih belum cukup kompetitif dibandingkan dengan Singapura. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya efisiensi dalam pengelolaan pelabuhan, khususnya dalam menangani arus peti kemas ekspor-impor. Selain itu, minimnya integrasi antara kebijakan kepabeanan dan kebutuhan industri maritim turut memengaruhi daya tarik kawasan ini sebagai hub perdagangan internasional. Ketidaksesuaian ini membuat pelaku usaha lebih memilih Singapura, yang menawarkan proses yang lebih cepat, insentif yang beragam, dan infrastruktur pelabuhan yang jauh lebih modern, sehingga memudahkan operasional logistik dan menekan biaya perdagangan. Sebagai akibatnya, BBK belum mampu memanfaatkan sepenuhnya posisinya yang strategis di jalur perdagangan internasional.

Pada 1 April 2009, ketika Free Trade Zone (FTZ) pertama kali diimplementasikan terjadi stagnasi arus kontainer di Pelabuhan Batu Ampar karena banyak dokumen yang terlambat diverifikasi oleh Bea Cukai. Regulasi yang terlalu kompleks dan tidak konsisten kepabeanan di BBK sering kali menciptakan kebingungan bagi pelaku usaha dan memperlambat proses pengurusan dokumen. Walaupun saat ini Indonesia sudah menerapkan Indonesia National Single Window (INSW) dalam pengurusan dokumen kepabeanan, masih terjadinya penolakan oleh pihak Bea Cukai pada saat submit dokumen karena terdapat ketidaksesuaian antara dokumen dengan input INSW. Sehingga tidak efektif dan memperlambat waktu penyelesaian dokumen dan pemeriksaan barang.

Selain itu, keterbatasan infrastruktur pelabuhan, seperti dermaga, gudang, dan peralatan bongkar muat, juga menjadi hambatan yang signifikan. Infrastruktur yang tidak memadai penumpukan barang dan keterlambatan dalam proses bongkar muat peti kemas. Pelabuhan yang ada di Batam, Bintan, dan Karimun belum dapat dikategorikan sebagai pelabuhan modern karena masih banyak yang perlu dibenahi untuk mendukung kelancaran arus keluar masuk barang. Keterbatasan pengawasan dan keamanan di pelabuhan BBK sering dianggap tidak memadai. Masalah ini menimbulkan risiko penyelundupan dan tindak kriminal lainnya yang berdampak pada reputasi dan keamanan kawasan perdagangan.

BACA JUGA :  Iklan Ucapan Tahun Baru 2021

Tidak hanya itu, kurangnya investor di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) merupakan tantangan yang signifikan. Investor potensial sering merasa enggan untuk menanamkan modal mereka karena prosedur yang berbelit-belit dan ketidakpastian payung hukum yang dapat memperlambat proses bisnis dan meningkatkan biaya operasional. Selain itu, fasilitas kepabeanan yang kurang mendukung pada industri maritim dan kurangnya efisiensi dalam pengelolaan pelabuhan memperburuk iklim investasi untuk meningkatkan pelayanan peti kemas.

Agar daya saing sektor maritim di Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) dapat meningkat, penting untuk meninjau kebijakan fasilitas kepabeanan yang mengacu pada pendekatan negara tetangga seperti Singapura. Singapura, sebagai salah satu pusat pelabuhan tersibuk di dunia, memiliki serangkaian kebijakan insentif yang dirancang khusus untuk mendukung pertumbuhan sektor maritim, sekaligus meningkatkan efisiensi dan daya saing globalnya.

Kebijakan Insentif Maritim di Singapura

Salah satu kebijakan utama Singapura adalah Maritime Sector Incentive (MSI), sebuah program insentif fiskal yang memberikan pengurangan pajak perusahaan kepada berbagai entitas di sektor maritim. Program ini mendukung operator kapal, perusahaan pemeliharaan dan perbaikan kapal, serta penyedia layanan logistik maritim. MSI menjadi bagian integral dari strategi ekonomi Singapura, dengan fokus pada efisiensi pelayaran dan logistik peti kemas. Komponen Utama Maritime Sector Incentive (MSI):

1. Maritime Leasing (MSI-ML) Award

Skema ini menyediakan insentif pajak sebesar 10% untuk pendapatan yang dihasilkan dari leasing kapal atau kontainer. Skema ini berlaku hingga 31 Desember 2026, dengan fokus pada efisiensi logistik melalui pengurangan waktu tunggu di pelabuhan, optimalisasi rute pengiriman, dan pengelolaan stok peti kemas yang lebih baik.

2. Shipping-related Support Services (MSI-SSS) Award

Insentif ini mendorong pertumbuhan penyedia layanan tambahan seperti broker kapal, manajemen kapal, dan layanan logistik. Perusahaan yang memenuhi syarat dapat menikmati tarif pajak konsesi sebesar 10% untuk pendapatan yang dihasilkan, berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbarui.

3. Approved International Shipping Enterprise (MSI-AIS) Award

Dirancang untuk menarik pemilik dan operator kapal internasional, fasilitas ini memberikan pembebasan pajak atas pendapatan pengiriman selama 10 tahun (dapat diperbarui). Kebijakan ini bertujuan mendorong perusahaan maritim global untuk mendirikan operasi komersial mereka di Singapura.

Fasilitas Pembebasan Pajak Bea Masuk

Singapura juga menawarkan Approved Import GST Suspension Scheme (AISS), yang memberikan pembebasan bea masuk untuk peralatan dan komponen maritim tertentu. Program ini mengurangi biaya operasional perusahaan maritim, meningkatkan daya saing, dan memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih efisien. Dengan biaya operasional yang lebih rendah, perusahaan dapat berfokus pada pengembangan layanan logistik dan transportasi peti kemas, komponen vital dalam mendukung perdagangan global.

Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) telah ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dengan berbagai fasilitas perpajakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, kawasan ini masih menghadapi tantangan besar, seperti regulasi yang kompleks dan sering berubah, infrastruktur pelabuhan yang belum memadai, serta kurangnya efisiensi dalam pengelolaan dokumen dan pemeriksaan barang. Hambatan-hambatan ini mengakibatkan penurunan minat investor dan memperlambat perkembangan sektor maritim di kawasan tersebut. Berbeda dengan Singapura, kebijakan kepabeanan yang sederhana dan insentif fiskal yang efektif, seperti Maritime Sector Incentive (MSI) dan pembebasan bea masuk melalui Approved Import GST Suspension Scheme (AISS), telah berhasil menarik investasi asing dan memperkuat posisi negara tersebut sebagai hub maritim global. Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang proaktif dan efisien sangat penting dalam menciptakan daya saing di sektor maritim.

BACA JUGA :  Segenap Keluarga Besar SMAN 2 Sidoarjo Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah Indonesia perlu segera menyederhanakan prosedur kepabeanan dan memastikan konsistensi kebijakan untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Selain itu, investasi besar-besaran dalam infrastruktur pelabuhan harus dilakukan untuk memperbaiki fasilitas seperti dermaga, gudang, dan peralatan bongkar muat guna meningkatkan efisiensi logistik. Langkah ini perlu didukung oleh pengadopsian kebijakan insentif fiskal serupa dengan yang diterapkan di Singapura untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing kawasan. Dengan menciptakan ekosistem maritim yang lebih kompetitif dan terintegrasi, kawasan BBK memiliki peluang besar untuk berkembang sebagai pusat logistik dan perdagangan regional yang dapat bersaing di pasar global.

Ditulis Oleh:

Arifah Alya Ramanda, Mahasiswi Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Daftar Pustaka

ELGININGTIAS ATIQAMAHDIYANI B. “Optimalisasi Kedisiplinan Sumber Daya Manusia Terhadap Prosedur Penyusunan Peti Kemas Ekspor Di Kso Terminal Peti Kemas Koja,” 2016.

Gultom, Yulifar Amin. “View of Input-Output Analysis Revenue Facilites in Batam, Bintan and Karimun Free Trade Zone,” 2023.

Hardianto, Muhammad Khusna Bayu. “Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia Sebagai Negara Maritim.” Jurnal Noken: Ilmu-Ilmu Sosial 7, no. 1 (2021): 1. https://doi.org/10.33506/jn.v7i1.1291.

IRAS | Marine and Shipping. (n.d.).

Kristianto, Gatot, and Zulkifli. “Pengaruh Fasilitas Kepabeanan Di Dalam Kawasan Bebas Batam Untuk Meningkatkan Nilai Investasi, Nilai Ekspor, Dan Volume Ekspor.” Jurnal Manajemen, Organisasi, Dan Bisnis 1, no. 3 (2021): 446–53.

LLP, Moore Stephens. SINGAPORE – A MAJOR MARITIME HUB, n.d.

Maritime and Port Authority of Singapore. “Factsheet on Tax Changes for Maritime Business,” no. I (2009): 1–4.

Murwendah, Murwendah, and Muhammad Raihan Tsanymahdy. “Jurnal Vokasi Indonesia PENERAPAN KEBIJAKAN FASILITAS MITRA UTAMAKEPABEANAN : MAMPUKAH MENURUNKAN COST OF TAXATION ? PENERAPAN KEBIJAKAN FASILITAS MITRA UTAMA” 9, no. 1 (2021). https://doi.org/10.7454/jvi.v9i1.1184.

Osman, Shahrin, Balan Sundarakani, and Torger Reve. “Benchmarking of Singapore Maritime Cluster: The Role of Cluster Facilitators.” Benchmarking: An International Journal 29, no. 5 (January 1, 2022): 1452–83. https://doi.org/10.1108/BIJ-11-2020-0574.

Puspita, Gita Indira. “PENGARUH IMPLEMENTASI SPECIAL ECONOMIC ZONE BATAM BINTAN KARIMUN TERHADAP PENINGKATAN INDUSTRI PARIWISATA DI KABUPATEN BINTAN PADA TAHUN 2012-2014.” Department of International Relation Faculty of Social Science and Political Science University of Riau Campus, 2016, 5–24.

Saha, Amrita Kumar, Laxmi Hari Kamath, and Pfarlin Imperio Cortes. “The Maritime Commons : Digital Repository of the World Maritime Nowcasting GDP of Singapore through-the-Lens of Maritime Trade and Services,” 2022.0.

Winarni, Endra, and Ema Wintia. “Implementasi Indonesia National Single Window (INSW) Dalam Upaya Kelancaran Pengurusan Dokumen Impor Di PT. Cahaya Moda Indonesia.” Jurnal Maritim Polimarin, 2023. https://doi.org/10.52492/jmp.v9i2.105.

Zaenuddin, Muhammad. “Kajian Free Trade Zone (FTZ) Batam-Bintan-Karimun (Permasalahan, Implementasi, Dan Solusinya).” Eko-Regional: Jurnal Pembangunan Ekonomi Wilayah 7, no. 2 (2014): 79–89.