Denpasar,sekilasmedia.com-Dijuluki pulau seribu pura dan surga bagi dunia, namun siapa sangka Bali masih memiliki momok yang belum tertuntaskan hingga sekarang. Seperti alih fungsi lahan, sampah, kemacetan, ketimpangan pembangunan dan kemiskinan.
Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya belum lama ini menyampaikan, untuk ketimpangan pembangunan di pulau dewata memang masih sangat masif. Ini dapat dilihat dari target pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten/kota se Bali.
Dimana pada anggaran tahun 2024 menunjukkan ada kesenjangan yang sangat signifikan. Kabupaten Badung mencatat target PAD tertinggi sebesar Rp 10,2 triliun, disusul Kabupaten Gianyar Rp 1,76 triliun. Sementara untuk Kabupaten Jembrana target PAD hanya Rp 205 miliar.
“Tentunya ketimpangan ini jelas. Wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) PAD tinggi di Bali. Namun Badung yang masih paling besar,” katanya.
Selain itu, ketergantungan Bali terhadap sektor pariwisata juga menimbulkan beragam persoalan pada ekosistem alam, salah satunya alih fungsi lahan produktif, kebersihan, kemacetan dan sistem drainase yang tidak memadai.
“Ini tidak bagus, alih fungsi lahan ugal ugalan, macet dimana mana serta meningkatnya pelaku usaha luar yang menghubungkan nama lokal Bali, nominee,” ungkapnya.
Untuk angka kemiskinan di Bali 4 persen. Angka kemiskinan itu meningkat dibanding tahun lalu yang hanya 0,19 persen atau rata rata nasional 1,12 persen.
“PR besar, rasanya tidak adil kalau di Bali tempat orang bersenang senang, tapi masih ada keluarga kita yang kurang beruntung,” ucapnya.
Berkaitan dengan SDM, data BPS Provinsi Bali menyebut 70 persen penduduk Bali adalah kelompok usia produktif dengan rasio keuntungan 42,2 persen.
“Kalau ini bonus demografi dan hal yang baik. Bayangkan jika penduduk non-produktif di Bali lebih tinggi bakal menjadi tantangan besar,” tandasnya.
Di sisi lain persoalan yang harus diselesaikan adalah current issue penguatan budaya, seperti globalisasi dan komersialisasi, karena Bali menjadi sorotan. Juga upaya memasukkan materi lokal dalam kurikulum, mendorong desa wisata berkualitas dan memperkuat Majelis Kebudayaan Bali, yang kurang ada kerjasama dari semua pihak. SN.