SekilasMojokerto.Com-Meski rasia sering dilakukan oleh satpol PP, Keberadaan gelandangan dan pengemis (gepeng) serta anak jalanan (anjal) di Kabupaten Mojokerto masih tetap menjamur. Buktinya sejauh ini mereka masih saja berkeliaran di simpang-simpang jalan. Kondisi ini membuat masyarakat miris dan merasa terganggu.
Seperti yang terpantau di simpang empat Sooko. Setiap pagi, siang, sore, bahkan malam hari, keberadaan mereka masih saja berkeliaran dengan bebas. Sejumlah remaja dan dewasa, baik perempuan atau laki-laki terlihat mondar-mandir saat lampu merah menyala. Áda juga yang menggendong anak balita sembari meminta-minta atau mengemis. ’’Yang paling miris lagi, banyak anak kecil usia sekolah dan balita sudah diajari mengemis,’’ ungkap udin pengguna jalan saat melintas dikawasan tersebut.
Menurutnya, sejuah ini, jika diperhatikan setiap waktu, keberadaan anjal dan gepeng seakan tidak ada habisnya. ’’Bahkan, kalau diperhatikan cenderung makin banyak,’’ tambahnya. Hal itu membuat pengguna jalan dan masyarakat semakin resah. Selain mengganggu kenyamanan berkendara, sejauh ini pemerintah belum maksimal dalam menertibkan dan menindak. ’’Kalau serius dipastikan akan semakin berkurang tidak malah bertambah,’’ keluhnya.
Kondisi yang sama terpantau di area Mojosari. Seperti di Pasar Niaga, Pasar Legi, dan di pusat-pusat keramaian, tepatnya di Jalan Masjid Mojosari. Tidak hanya orang dewasa, banyak anak usia pelajar dan balita ikut terlibat. Mulai usia 4-8 tahun. Ada yang masih balita digendong ibunya sembari diajak mengemis. ’’Yang jelas, eksploitasi anak di bawah umur untuk dijadikan pengemis. Di Mojosari sangat banyak,’’ tambah Supardi warga Mojosari.
Pemandangan tak sedap seperti itu kerap dijumpainya setiap hari. Ironisnya, keberadaan mereka seakan terorganisir. ’’Yang tidak habis pikir lagi, kalau siang, pernah ada yang mengetahui mereka diantar mobil,’’ tuturnya. ’’Kalau waktunya makan ada yang membawakan. Kesannya, benar-benar mereka sudah dicetak menjadi pengemis sejak kecil,’’ paparnya.
Untuk itu, masyarakat berharap ada tindakan tegas dari satpol PP dan kepolisian. Selain dianggap mengganggu ketertiban umum, memperkerjakan anak di bawah umur tergolong tindakan eksploitasi. ’’Belum lagi, kalau posisinya di jalan tidak diberi uang pengendara, kadang sampai memaksa dan merusak cat mobil,’’ bebernya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasatpol PP Kabupaten Mojokerto, Suharsono membantah sejauh ini pihaknya melakukan pembiaran. ’’Sudah rutin kita lakukan razia. Baik di simpang jalan atau tempat keramian. Seperti pasar-pasar,’’ katanya. Hanya saja, dia mengakui tak punya kewenangan lebih. Setelah menjaring, satpol PP lantas menyerahkan kepada dinas sosial (Dinsos) untuk ditindaklanjuti.
’’Namun, masalahnya, setelah saya serahkan, di sana dilepas lagi. Kalau kayak gitu kan repot,’’ tegasnya. Dengan alasannya, lanjut Suharsono tempat rehabilitasi anjal dan gepeng maupun penyandang masalah sosial di luar kota sudah penuh. ’’Tapi selama 24 jam harus kita keluarkan. Tidak boleh menahan lebih dari itu,’’ ujarnya.
Kendati demikian, pihaknya memastikan akan melakukan operasi berkala untuk menekan masalah penyakit sosial ini. ’’Memang belakangan cenderung meningkat,’’ tegasnya. Bahkan dari inventarisasi satpol PP, selain dari Mojokerto, gepeng dan anjal banyak datang dari luar daerah.
Buktinya, kata Suharsono, di minggu kemarin saja, puluhan anjal dan gepeng asal Pasuruan, Probolinggo, dan Bali terjaring razia dan diamankan. ’’Ada dua anjal perempuan yang kami kembalikan ke orang tuanya langsung,’’ tuturnya.
Sementara itu, disinggung perihal dugaan eksploitasi anak, pihaknya akan berkoordinasi dengan jajaran samping untuk melakukan langkah-langkah. ”Sebab, permasalahan itu sudah masuk ranah pidana,” tandasnya.( wo).