R.Tri Harsono
JAKARTA (sekilasmedia.com) Pemilihan Umum 2019 yang dilaksanakan 17 April 2019 memang terlihat relatif masih jauh, kurang satu tahun lebih sedikit. Pemilihan umum yang akan menyediakan lima kotak suara di tiap-tiap Tempat Pemungutan Suara atau TPS diantaranya ada yang untuk DPR RI, lalu DPRD Provinsi, juga DPRD Kabupaten atau Kota. Kemudian ada kotak suara untuk Dewan Perwakilan Daerah atau DPD, serta satu kotak suara lagi untuk Pemilihan Presiden.
*PILPRES 2019 TAHAPANNYA DIMULAI*
Menurut R.Tri Harsono pemerhati masalah sosial Forum Peduli Indonesia-Sejahtera, FPI-S, waktu sekitar satu tahun lebih sedikit untuk menuju Pemilu dan sekaligus Pilpres 17 April 2019 itu serasa relatif masih lama. Meskipun sesungguhnya tidaklah demikian. Kenapa?
Menurut R.Tri Harsono, tahapan Pilpres dimulai. Saat ini ‘para’ partai politik sedang menimang-nimang jagonya terutama untuk Pilpres, untuk segera diajukan karena penetapan Capres-Cawapres oleh KPU paling lambat adalah 23 September 2018. Tak mengherankan kini serasa banyak kegaduhan untuk saling memunculkan jago Capres-Cawapres masing-masing, juga terjadi politicking dengan saling ‘menonjolkan’ jago Capres-Cawapresnya, bahkan serasa ada saling serang dari antar pihak yang saling berkepentingan.
*ISLAM YANG DIPOJOK-POJOKKAN MULAI IKHTIAR SOLIDKAN DIRI*
Menurut R.Tri Harsono yang terbaru kalangan Islam yang sering ditohok-tohok, bahkan dipojok-pojokkan, mulai coba untuk solidkan diri. Apalagi dengan adanya perseteruan Amien Rais versus Luhut Binsar Panjaitan yang melebar kemana-mana, juga ke Istana Presiden, menyebabkan PAN yang berbau Islami itu serasa mulai menjauh dari koalisi Jokowi. Mungkin saja PAN akan kembali bergabung dengan Gerindra-PKS seperti pada Pilpres 2014. Kini kekuatan Gerindra-PKS-PAN yang memiliki 73 kursi dan 40 kursi serta 49 kursi, dikenal lebih peduli basis pemilih Islam, cukup untuk mengusung Capres-Cawapres sendiri misal Prabowo Subianto – Anies Baswedan atau Prabowo – Gatot Nurmantyo, karena kemungkinan Prabowo jadi presiden tapi hanya satu periode.
Pada bagian lain, Partai Demokrat atau PD yang sempat ‘mesra’ dengan Jokowi beberapa waktu lalu tiba-tiba hubungan serasa menyesakkan, bahkan merenggang pula, dengan adanya serangan PDIP terhadap Susilo Bambang Yudhoyono/PD.
*KERIBUTAN PDIP DENGAN PD UNTUK PISAHKAN SBY DARI JOKOWI?*
Adanya ‘keributan’ antara PDIP dengan PD, diawali dari persidangan kasus E-KTP. Beberapa waktu lalu Setya Novanto menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung ikut menerima aliran dana korupsi E-KTP masing-masing USD 500 juta atau sekitar Rp.6 Miliar lebih.
“Banyak pemerhati masalah sosial-politik bilang kok aneh. Yang mengungkap soal Puan dan Pramono itu ‘kan Setya Novanto yang Golkar, kok menyerangnya lebih banyak ke SBY dan Partai Demokrat?” ungkap R.Tri Harsono yang sepakat pula dengan sejumlah pemerhati masalah sosial, diduga ada agenda PDIP ingin agar SBY/PD tidak lagi dekat dengan Jokowi.
*JIKA PAN PISAH MAKA PD-PKB TAK BISA BENTUK POROS BARU*
Padahal sebelum itu PD yang memiliki 61 kursi dan PKB 47 kursi serta PAN 49 kursi, dengan kursi yang cukup, sempat berencana mengusung Capres-Cawapres sendiri untuk membentuk Poros Baru, misal mengusung Agus Harimurti Yudhoyono-Muhaimin Iskandar. Jika ada Poros Ketiga, apalagi tiga dan empat, menurut R.Tri Harsono akan menjadikan Pilpres 2019 lebih minimal bentrokan.
Namun dengan berbagai keributan yang terjadi akhir-akhir ini, menurut R.Tri Harsono menjadi lebih penting jika parpol-parpol yang peduli Islam lebih mensolidkan diri dengan gabung bersama untuk mengusung Capres-Cawapres sendiri.
*PARPOL PEDULI ISLAM PERLU SOLIDKAN UNTUK PRABOWO-GATOT NURMANTYO*
Jika parpol yang lebih peduli Islam, diantaranya Gerindra-PKS-PAN benar-benar bergabung dan lebih solid misal dengan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Gatot Nurmantyo. Apalagi Prabowo saat jadi Presiden RI cukup satu periode saja.
Dengan adanya permintaan Habib Rizieq dari Mekah agar partai peduli Islam berkoalisi, Gerindra-PKS-PAN-PBB, untuk usung Capres-Cawapres sendiri menurut R.Tri Harsono akan kian solidkan parpol peduli Islam. Momentum seperti saat-saat menuju Kemerdekaan RI dan saat mengawalnya dimana mayoritas adalah tokoh-tokoh Islam yang berperan dengan toleransi yang tinggi pada pluralitas hingga sila ke-1 Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa itu tidak jadi dilengkapi kalimat: Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluknya.
*AJAKAN HABIB RIZIEQ SIMBOL PERLAWANAN PADA PEMERINTAHAN DHOLIM*
Menurut R.Tri Harsono permintaan Habib Rizieq agar parpol peduli Islam itu bersatu mengusung Capres-Cawapres sendiri pada Pilpres 2019 merupakan spirit yang luar biasa. Bisa menjadi tonggak kebangkitan Umat Islam melawan pemerintahan dholim.
Namun menurutnya yang kini kebingungan adalah Partai Demokrat dan PKB. Lebih-lebih Demokrat yang sedang dimusuhi PDIP. “Demokrat dan PKB kini posisinya sedang seperti orang kurang enak badan,” ungkap R.Tri Harsono meskipun bisa sajab PD dan PKB bagi tugas, yang satu masuk koalisi parpol yang lebih peduli Islam sedangkan yang satu lagi masuk ke koalisi pemerintahan.
*PADA MOMEN MEPET WAKTU BISA SAJA PDIP AJAK HANURA USUNG CAPRES SENDIRI*
Dengan melihat situasi kondisi PDIP yang sedang menyerang SBY/PD, bisa juga menimbulkan kekurang-nyamanan bagi Jokowi. Padahal untuk menuju Pilpres periode kedua itu Jokowi membutuhkan situasi-kondisi yang lebih nyaman dan aman, dengan harapan misal jika terpilih lagi maka saat lengser Jokowi juga merasa benar-benar aman saat transisi kekuasaan periode 2024-2029.
Jika kekurang-nyamanan kian tinggi misal, bisa saja PDIP maupun Jokowi masing-masing dengan gerbong sendiri-sendiri maju Capres-Cawapres. Apalagi PDIP yang punya 109 kursi jika koalisi dengan Hanura yang punya 16 kursi saja itupun sudah cukup untuk mengusung Capres-Cawapres sendiri misal Puan Maharani-Moeldoko. Sedangkan gerbong Jokowi, Golkar-Nasdem-PPP bisa saja mengusung Jokowi-Airlangga Hartarto. Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926. (tim).