Pers Kecewa, Presiden Terbitkan Grasi Terpidana Seumur Hidup

Denpasar Bali, Sekilasmedia – Terbitnya Kepres No: 29 tahun 2018, tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara, oleh Presiden RI Joko Widodo memicu kekecewaan komunitas pers di Indonesia utamanya Bali.

Pasalnya, dalam Kepres tersebut meberikan grasi pembunuh wartawan, I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Gde Narendra Prabangsa, tertanggal 7 Desember 2018. Dimana Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringan hukuman tersebut.

Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali, Slamet Prihantara, membenarkan adanya grasi dari presiden untuk narapidana seumur hidup menjadi tahanan sementara atau 20 tahun penjara.

“Jadi, pengertian tahanan sementara itu artinya pidana penjara seumur hidup menjadi 20 ‎tahun penjara,” ujar dia.

Susrama, yang juga adik Bupati Bangli kala itu I Nengah Arnama, diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa. Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan proyek TK dan SD dari Dinas Pendidikan Kab Bangli yang melibatkannya, oleh Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya.

BACA JUGA :  Pemkab Sergai Terus Berupaya Menekan Penyebaran Covid-19

Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 silam. Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli.

Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya untuk memukuli Prabangsa hingga akhirnya tak bernyawa. Dalam keadaan tewas Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Kemudian dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, lima hari kemudian.

Bahkan, kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut. Sementara, 8 kasus lainnya belum tersentuh hukum.

Dari delapan kasus itu, empat diantaranya : Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996). Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006). kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010). Pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

Saat ini Presiden Jokowi, melalui Kepres No. 29 tahun 2018 memberi keringanan hukuman kepada Susrama. Hal ini memicu kekecewaan Ketua Umum AJI (Aliansi Jurnalis Independen), Abdul Manan, yang dalam keterangan resminya, Kamis (24/1), jika kebijakan Presiden Jokowi tidak arif, karena memberikan pesan kurang bersahabat bagi pers Indonesia.

BACA JUGA :  Brigjen Hendra Kurniawan Dinonaktifkan, Kapolri Tunjuk Karowabprof Jadi Plh Karopaminal

” Tidak adilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya. Ini akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut, ” pungkasnya. (soni)