
Mojokerto, sekilasmedia.com – Situs Makam Mendek yang terletak di desa Mendek, kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, sangat terkenal dikalangan peziarah spiritual. Dimana situs Makam Mendek berjarak sekitar 28 km kearah timur tenggara dari Kota Mojokerto.
Dari informasi yang berkembang di masyarakat, bahwa situs tersebut dipercaya sebagai makam seorang ulama penyebar agama islam yang hidup di jaman Kerajaan Mojopahit yang bernama Eyang Surgi atau biasa disebut Mbah Mendek.
Di makam Mbah Mendek terdapat prasasti dalam dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa jawa. Lokasi situs ini berdekatan dengan beberapa situs lain, diantaranya Candi Bangkal, dan Candi Jedong. Apabila dilanjutkan menuju arah selatan menuju Candi Jolotundo.
Mendek, menurut cerita lisan, seorang penyebar Islam di akhir Kerajaan Majapahit. Orang sederhana yang rendah hati. Ada lima nasehat beliau yang masih terpasang di pesarean: sabar, nrimo, temen (serius), ikhlas, budi pekerti luhur.
Kompleks makam ini begitu populer sehingga dibuatkan pendopo, musholla, kakus, kamar mandi. Ada juru kunci alias kuncen yang setiap hari merawat dan menjaga kebersihan. Karena itu, makam Mendek sangat bersih dan terawat.
Saat mampir ke sana saya lihat sekitar lima orang pria sedang istirahat di pendopo. Gelar tikar, tidur. Ada lagi empat orang lagi salat di mushola. Tenang sekali, maklum tempat sembahyang atau meditasi.
Dari pantauan awak media, ternyata banyak peziarah dari Sidoarjo aktif berziarah ditempat tersebut. Katanya, cari ketenangan. Dari Mendek biasanya ada yang lanjut ziarah ke petilasan Narotama dan Jolotundo, sekitar delapan kilometer.
Pada hari-hari keramat, khususnya Jumat Legi, kompleks seluas hampir satu lapangan bola ini ramai nian. Biasanya rombongan dari Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto dan kota-kota yang jauh. Sembahyang, sholat, semedi, atau sekadar duduk-duduk mengharap belas kasihan Sang Pencipta.
Tempat situs makam mendek yang identik dengan suasana yang asri jauh dari kesan angker, dengan pemandangan yang elok, sehingga peziarah dibikin betah berlama-lama dalam berdzikir kepada sang pencipta.
Dipelataran makam mendek terlihat bunga melati, yang mempunyai filosofi malati dalam bahasa jawa yang diartikan bikin kwalat. Dimana orang dalam tempat tersebut tidak diperkenankan punya tindakan sembarangan, dan segala larangan harus di patuhi.
Ketika memasuki pintu situs makam mendek dianjurkan untuk membungkukkan kepala beserta badan kita, ndemek (Jawa red), ini yang menjadi simbol sikap hormat kita kepada orang yang lebih tua. (ILA)