Daerah  

Mujianto Alumni PC IPNU Kabupaten Blitar 2000–2003 : Dinamika Zaman NU Dulu dan Zaman NU Sekarang

Blitar,Sekilasmedia.com-Kita ketahui pada th 1926 NU berdiri sbg jam’iyyah, kemudian pada 1954 sbg Partai Politik, ikut Pemilu 1955 dan menjadi pemenang ke 3 setelah Masyumi, dan PNI. Setelah itu, berbagai dinamika sbg. Parpol, pasang-surut hingga 1965.

Mujianto, Alumni PC IPNU Kabupaten Blitar 2000 – 2003 menjelaskan, Generasi sekarang, mungkin yg ingat (menangi) periode 1965-1971 tinggal segelintir orang, dan pasang surut NU saat itu luar biasa. Saat penumpasan G30S/ PKI, bersama rakyat, TNI, dan NU luar biasa perjuangannya, shg mendapat apresiasi pemerintah Orde Baru.

“Menjelang Pemilu I Orde Baru, dimana NU sebagai Partai Politik menjadi pesertanya, dunia bagai terbalik, siang jadi malam, terang jadi gelap lap. Jika saat penumpasan G30S/ PKI, NU bagai patriot bangsa, tidak demikian saat menjelang Pemilu (1970-1971), warga NU dipanggil ke Kantor Desa, ke Aparat Keamanan, di cari2 kesalahannya, agar pindah dari Partai NU, kalau tidak mau, banyak juga yg diintimidasi, bahkan di hajar habis-habisan, ditahan dst. Bahkan banyak yg satu desa warganya tidak ada yg berani mengaku sbg warga NU. Mau lihat kampanye Partai NU dihalangi, diintimidasi, dan yg bisa kita ingat saat2 inilah NU sengsara, NU tinggal 1-2 pengurus yg berani, yg siap di teror, dihajar, dan ditahan, demi membela NU,”jelasnya.

BACA JUGA :  Kapolresta Mojokerto Berikan Penghormatan Terakhir Untuk KOMPOL Syamsul Muarif

Disisi lain, masih kata Mujianto, tidak ada yg berani mengaku MI, MTs punya NU, masjid punya NU, bahkan kegiatan Yasinan saja hanya beberapa daerah yg berani, dan saat itulah puncak kesengsaraan dan minimnya orang yg berani mengaku anggota NU. Jangan tanya Banom, yg beberapa hanya ada ditingkat Cabang spt. Ansor, Fatayat, IPNU-IPPNU, dan sebagian ada sampai Anak Cabang spt Muslimat.

“Maka ketika th. 1984 NU menjadi jam’iyyah, secara pelan mulai pulih, dan sekarang mencapai puncak kejayaannya, sehingga siapapun sekarang hal yg biasa jika mengaku anggota NU. Tak hanya itu, meski NU merupakan jam’iyah, namun prakteknya peran sosial politik menjadi bagian penting, seperti orang mau maju sbg. Kepala Daerah, anggota legislatif pasti minta restu dan dukungan NU, belum lagi peran pendidikan, sosial dan ekonomi, menjadi sentral subyek sekaligus obyeknya,” kata Mujianto.

BACA JUGA :  Relawan Bolone Beky Siap Kawal dan Menangkan Rijanto - Beky di Pilkada Kabupaten Blitar

Mujianto menambahkan, tak heran jika kemudian NU sekarang menjadi rebutan, seperti sekarang ini, sudah ada Ketua Terpilih, masih ada yg berupaya melakukan pemilihan ulang (PU), dan sialnya, Rois terpilih menyetujui dan melaksanakannya. Hal ini tak lepas dari posisi NU yg strategis, shg menarik oknum2 anak muda yg mencoba bebagai cara agar hasil Konferensi Cabang Kab 2023 di Jeblog Talun Blitar dibatalkan, dan melakukan PU (Pilihan Ulang), dengan dalih dan dasar yg dibenarkan menurut mereka.

“Akankah NU kedepan hanya dipakai untuk ajang perebutan jabatan anak-anak muda yg (mungkin) tak tahu sejarah susahnya jadi warga NU, sedang mereka tahunya zaman sekarang NU punya peran strategis. Dan akankah kondisi ini kita biarkan atau luruskan? Jika kita biarkan, tentu kita berdosa kepada para pendahulu NU, para orang tua kita yg gigih mempertahankan eksistensi NU saat2 keadaan darurat, karena tanpa mereka NU hari ini sudah tidak ada. Betul slogan “NU akan tetap eksis sampai kiamat”, tetapi tanpa air mata, darah dan jiwa orang-orang tua kita, mustahil NU akan ada sampai hari kiamat,” tambah Mujianto.