Budaya

Situs Siti Inggil Trowulan, Tempat Sakral yang Menyimpan Sejarah dan Mitos

×

Situs Siti Inggil Trowulan, Tempat Sakral yang Menyimpan Sejarah dan Mitos

Sebarkan artikel ini
Situs siti inggil diyakini sebagai tempat disemayamkanya raja raden wijaya dengan segala sejarah dan mitosnya yang berolkasikan di trowulan mojokerto. ( foto: Yusril)

Mojokerto,Sekilasmedia.com-Dibalik megahnya bangunan bangun candi peninggalan kerajaan majapahit di kawasan trowulan mojokerto, terdapat sebuah situs komplek dimana diyakini sebagai tempat di semayamkan nya raja majapahit terakhir Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardana.

Komplek bangunan ini bernama situs siti inggil yang berlokasi ujung bagian barat dari Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, tempat ini diyakini oleh masyarakat sekitar sebagai tempat petilasan dari dari Raja Raden Wijaya. Akan tetapi banyak orang menyebutnya bahwa tempat ini adalah lemah dhuwur karena dari segi filosofi kata siti berarti tanah sedangkan inggil berarti tinggi, oleh karena disebutlah tanah yang tinggi atau lemah dhuwur.

Rifai(54) juru pelihara situs siti inggil menjelaskan sebelum dikenal sebagai nama siti inggil sejarah tempat ini adalah sebuah tempat pemujaan atau penyaluran doa bagi agama hindu yang dulu disebut linggayoni ketika majapahit sudah hadir dibuatlah candi Pura Antapura.

“Tempat ini bukan dibangun pada kerajaan majapahit, justru tempat ini ada sebelum majapahit datang. Dulu namanya linggayoni kemudian pada zaman majapahit diganti dengan candi pura Antapura namun fungsinya tetap sama sebagai tempat pemujaan atau tempat penyaluran doa,” ujar rifai.

“Kerajaan majapahit disini hanya meneruskan bangunan yang sudah ada jauh sebelum majapahit datang,” tambahnya.

Rifai juga menjelaskan awal ditemukannya situs ini pada tahun1965 oleh masyarakat sekitar dalam posisi tertimbun oleh tanah akan tetapi bentuk dari tanah tersebut berupa gundukan. Masyakarat kala itu mengetahui bahwa setiap kali masuk waktu maghrib atau pukul 17.00 WIB dari gundukan tanah tersebut keluarlah cahaya berwarna biru. Karena rasa penasaran dari warga maka di digali lah gundukan tanah itu sehingga di ditetapkan lah nama dari siti inggil.

“Pada saat hendak ditemukan situs gundukan tanah ini sering mengeluarkan cahaya berwarna biru ketika hendak masuk waktu maghrib, jadi masyarakat kala itu penasaran apa yang berada di dalam gundukan tanah itu, kemudian mereka menggali dan dibersihkan sedikit demi sedikit akhirnya muncul situs siti inggil ini, nama pun diambil dari filosofi lemah dhuwur atau siti inggil yang diketemukan dengan susunan bangunan terbuat dari bata merah,” terang rifai.

Bangunan siti inggil ini memiliki struktur bangunan sekitar 15×15 meter, serta berdiri kokoh sebuah pohon kesambi besar sebagai payung dari tempat ini. Bangunan ini ber pondasi dengan struktur bata merah yang diyakini merupakan bata kuno peninggalan majapahit dan dilengkapi oleh tangga di sisi selatan dan sisi timur dari situs untuk akses masuk ke tempat utama, konon tangga ini dibuat oleh orang suruhan pada masa kepresidenan soeharto.

“akses tangga yang mengarah ke bangunan itu dibuat oleh pak seno, pak seno sendiri adalah orang suruhan dari jendral soeharto pada masa itu menjabat sebagai Presiden ke 2 RI, karena tempat ini sering digunakan oleh beliau untuk bersemedi jadi bangunkanlah tangga dan bangunan itu,” terang rifai.

Pada bangunan tengah siti inggil terdapat sebuah makam sebanyak 5 makam dimana terdiri dari Terdapat 5 makam di situs ini. Yakni makam Raden Wijaya, Garwo Padmi Ghayatri, Garwo Selir Dhoro Pethak, Garwo Selir Dhoro Jinggo, serta Abdi Kinarsih Kaki Regel. Serta terdapat 2 makam dan sanggar pamujan tertutup, 2 makam itu itu adalah eyang sapu jagat dan eyang sapu angin merupakan pengawal dan prnasehat dari raja Raden Wijaya. Sementara jauh kedepan ada tempat dimana itu adalah tempat spiritual dari bapak soeharto bernama mbah yai markasan.

Rifai menerangkan situs ini bukan sebuah makam yang memang tempat untuk mengubur jenazah dari raden wijawa akan tetapi tempat ini hanya tempat peletakan abu sisa pembakaran dari jenazah beliau beserta selir”nya.

“Jadi awalnya itu pada saat wafatnya raja raden wijaya ini konon jenazah dari raja disucikan terlebih dahulu di candi gentong, kemudian dikremasi di candi brahu, kemudian abu dari jenazah sebagian ditaruh di siti inggil dan sisanya dibuang kelaut selatan, jadi makam” yang berada di dalam bukan sebagai peletakkan jenazah hanya sebagian abu saja sisa pembakaran baik dari raja maupun para selirnya,” ungkap rifai.

Rifai mengungkapkan kalau kebanyak pengunjung yang datang kemari bukan hanya untuk sowan dan memanjatkan doa terkadang pengunjung pun memliki maksud lain atau mempunyai kepentingan khusus dimana mereka meminta sesuatu agar bisa dikabulkan oleh para leluhur.

“Jadi bukan hanya masyarakat biasa tokoh” besar seperti para” pejabat, baik itu jendral maupun presiden salah satunya bapak soeharto dulu sangat sering berkunjung kesini untuk bersemedi bahkan presiden pertama bapak soekarno pun pernah datang kemari,” papar nya.

Dihari hari tertentu tempat ini sering ramai dikunjungi oleh para pengunjung, tradisi dari masyarakat pun masih dilestarikan ditempat ini seperti memasuki bulan sya’ban atau bulan jawanya ruwah masyarakat sering mengadakan kegiatan ruwah desa atau bersih desa ditempat ini seperti selametan doa bersama dan kirab budaya.

“Pada bulan” ruwah atau bulan syafar dimana mendekati ramadhan kita sering mengadakan agenda ruwah desa atau sedekah bumi biasanya itu kita gelar selametan atau doa bersama serta kita adakan pagelaran wayang kulit ataupun pengajian sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan jadi kita agendakan setiap tahunnya dan juga hari dimana itu hari ulang tahun dari kerajaan majapahit atau hari jadi kita adakan kegiatan” budaya,” terang rifai.

Komplek situs siti inggil ini berbeda dengan situs yang lain karena jam operasional dari situs ini tidak adanya patokan jam buka atau dibuka secara 24 jam penuh dan juga tanpa dibandrol harga tiket, pengunjung cukup memasukkan kotak keikhlasan saja sebagai bentuk kebersihan atau perawatan dari tempat ini.

“Jadi kita tidak buka tiket cukup keikhlasannya saja oleh karena itu kita taruh kotak didepan sebagai tempat uang, dan pengunjung ramainya itu dijam malam dari hbis maghrib sampai shubuh itu ramainya tempat ini dan di hari” tertentu,” jelas rifai.

Sampai saat ini harapan rifai selaku juru pelihara agara para penerus bangsa atau generasi muda dalam bahasa jawa diartikan sebagai jawadwipa harus ingat kalau mereka mempunyai leluhur seorang raja yang disegani raja besar seisi nusantara.

“Semoga para putra putri penerus bangsa ini harus ingat dengan leluhur dan harus kembali ke leluhurnya,” pungkas rifai.

penulis: Yusril

editor: Kaylla