Sekilasmedia.com-Oleh Alessandro Milan Hubungan antara Israel dan Iran telah menjadi salah satu ketegangan paling menonjol di Timur Tengah selama beberapa dekade. Kedua negara, yang sebelumnya memiliki hubungan diplomatik, kini berada dalam posisi yang bermusuhan, khususnya sejak Revolusi Iran tahun 1979. Ketegangan ini tidak hanya memengaruhi kawasan tetapi juga berdampak global, termasuk di antara negara-negara besar dunia.
Sejarah Singkat Hubungan Israel-Iran
Sebelum tahun 1979, Iran, di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi, memiliki hubungan diplomatik dan kerja sama strategis dengan Israel. Namun, setelah Revolusi Islam yang dipimpin oleh Ayatollah Khomeini, Iran memutuskan hubungannya dengan Israel dan mengambil sikap garis keras, melabeli Israel sebagai “rezim Zionis” dan mendukung perjuangan Palestina.
Masalah Nuklir dan Ancaman Keamanan
Program nuklir Iran merupakan salah satu titik api paling menonjol dalam konflik ini. Israel secara terbuka menuduh Iran mengembangkan senjata nuklir dengan dalih mengembangkan energi nuklir sipil. Sebaliknya, Iran mengklaim programnya bersifat damai dan tunduk pada pemantauan Badan Tenaga Atom Internasional.
Israel, yang secara resmi tidak mengakui kepemilikan senjata nuklir Iran tetapi diyakini memilikinya, memandang program nuklir Iran sebagai ancaman eksistensial. Serangan siber seperti Stuxnet (di mana Israel dan Amerika Serikat diduga terlibat), serta pembunuhan seorang ilmuwan nuklir Iran, menunjukkan keseriusan Israel dalam mencegah Iran menjadi negara berkekuatan nuklir.
Perang Bayangan
Ketegangan antara Iran dan Israel tidak terbatas pada diplomasi saja; ketegangan juga mengambil bentuk “perang bayangan” yang meliputi:
• Serangan udara Israel terhadap posisi milisi pro-Iran di Suriah dan Lebanon.
• Serangan pesawat nirawak dan rudal oleh kelompok-kelompok seperti Hizbullah dan Houthi yang didukung Iran.
• Insiden sabotase yang menargetkan pengiriman dan kilang minyak.
Perang-perang ini sering terjadi tanpa deklarasi perang resmi, tetapi intensitasnya telah meningkat secara signifikan sejak tahun 2020.
Konflik Regional dan Proksi
Iran mendukung kelompok-kelompok bersenjata seperti:
• Hizbullah di Lebanon
• Hamas dan Jihad Islam di Gaza
• Houthi di Yaman
Kelompok-kelompok ini sering dipandang sebagai perpanjangan tangan Iran dalam konflik tidak langsung melawan Israel.
Di sisi lain, Israel telah menjalin kerja sama militer dan intelijen dengan beberapa negara Arab, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, terutama sejak penandatanganan Perjanjian Abraham (2020), yang menormalisasi hubungan Israel dengan beberapa negara Arab.
Dinamika untuk 2024-2025: Sudahkah Memuncak atau Menurun?
Pada tahun 2024-2025, ketegangan Israel-Iran meningkat lagi. Israel mengintensifkan serangan udaranya di Suriah, sementara Iran meningkatkan retorikanya dan mengancam akan menanggapi setiap agresi militer. Lebih jauh lagi, konfrontasi di Laut Merah, konflik di Gaza, dan munculnya kelompok bersenjata pro-Iran menunjukkan bahwa potensi eskalasi meluas.
Di tengah ketegangan ini, ada tekanan internasional untuk menahan diri. Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok—meskipun memiliki kepentingan yang berbeda—telah menyerukan dialog untuk stabilitas regional.
Ketegangan antara Israel dan Iran mencerminkan konflik kompleks yang melibatkan ideologi, geopolitik, dan perebutan pengaruh di Timur Tengah. Meskipun kedua negara belum berperang secara langsung, serangkaian tindakan proksi dan sabotase telah menciptakan ketidakstabilan yang terus-menerus.
Solusi jangka panjang membutuhkan diplomasi multilateral, peningkatan kerja sama regional, dan keberanian politik di kedua belah pihak untuk meredakan konflik yang telah berkecamuk selama lebih dari empat dekade.
Jika Anda ingin mengadaptasi artikel ini untuk artikel opini, tugas universitas, atau pelaporan jurnalistik yang mendalam, silakan beri tahu saya. Saya juga dapat menambahkan referensi ilmiah atau laporan berita terkini jika perlu.