Daerah

Pemkab Jember Sukses Tekan Pernikahan Anak, Diska Turun Drastis Hingga 60 Persen

×

Pemkab Jember Sukses Tekan Pernikahan Anak, Diska Turun Drastis Hingga 60 Persen

Sebarkan artikel ini
Kepala DP3AKB kabupaten Jember Tegar Jeane Dealen (foto dok pemkab Jember)

Jember, sekilasmedia.com– Upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember dalam menekan angka perkawinan anak melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) menunjukkan hasil yang signifikan.

Berdasarkan data dari Pengadilan Agama, jumlah permohonan dispensasi kawin (Diska) di Jember mengalami penurunan drastis dari 1.295 kasus pada tahun 2023 menjadi 512 kasus pada tahun 2024.

Penurunan sebesar 60,46 persen ini terjadi setelah dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Bupati Jember pada Maret 2024.

Kepala DP3AKB Kabupaten Jember, Regar Jeane Dealen Nangka, melalui Kepala Bidang Perlindungan Anak Joko Sukiswanto menjelaskan bahwa penurunan ini merupakan buah dari kolaborasi lintas sektor yang diperkuat oleh kebijakan SE tersebut.

“Kita menjadi nomor 5 tertinggi se-Jawa Timur setelah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Banyuwangi, dan Malang,” jelas Joko.

Dia memaparkan, sebelum adanya SE, proses permohonan Diska di pengadilan agama tidak memiliki standar yang mendetail. Namun setelah adanya SE Bupati, setiap pengajuan harus dilengkapi dokumen yang ketat, termasuk surat keterangan dari KUA dan Puskesmas.

“Contoh, ketika tidak ada surat keterangan KUA tentang surat penolakan untuk mendapatkan perkawinan maka syarat ini dikembalikan kepada si calon pengantin untuk mengurus ke KUA. Begitu pula surat keterangan Puskesmas, kalau tidak ada, disuruh kembali. Jadi 50 Puskesmas kita siapkan,” ujarnya.

Menurut Joko, penurunan ini juga tak lepas dari komitmen para pemangku kepentingan, termasuk Kemenag, Dinas Kesehatan, dan masyarakat.

Kebijakan pencegahan perkawinan anak ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974, yang menetapkan batas usia minimum menikah adalah 19 tahun. Namun, dispensasi bisa diberikan melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2019.

Joko menjelaskan bahwa tingginya angka Diska selama beberapa tahun terakhir menempatkan Jember sebagai kabupaten dengan angka Diska tertinggi kedua di Jawa Timur setelah Malang, khususnya pada 2023.

Hal tersebut menjadi pertimbangan Wakil Bupati Jember untuk menginisiasi terbitnya SE sebagai solusi yang cepat dan tidak menunggu regulasi dari tingkat provinsi atau perda.

Lebih lanjut, Joko juga menyoroti tingginya angka perceraian di kalangan pasangan muda yang menikah melalui Diska.

Dari total sekitar 11.000 pernikahan dalam setahun, sekitar 50 hingga 60 persen di antaranya berujung pada perceraian.

Dari jumlah tersebut, dua pertiganya merupakan gugatan cerai dari pihak perempuan.

“Faktor yang paling berpengaruh terhadap perceraian adalah faktor ekonomi. Kalau dari si kaya, si istri merasa mampu sehingga berani bercerai. Sedangkan yang miskin, rata-rata karena tidak dinafkahi,” ungkapnya.

Dia juga menambahkan bahwa sebagian besar pasangan muda yang bercerai berasal dari latar belakang pekerjaan informal dengan penghasilan rendah.

“Yang laki-laki rata-rata bekerja sebagai buruh tani, buruh pabrik, buruh bangunan, dengan penghasilan kurang lebih Rp50.000 sampai Rp60.000 per hari. Bahkan ketika ditanya, dari penghasilan itu diberikan semua atau tidak ke istrinya, jawabannya hanya separuh, kisaran Rp25.000. Sisanya untuk rokok dan BBM,” katanya.

Joko juga menggarisbawahi tantangan baru pasca pemberlakuan SE, yakni munculnya praktik kawin siri.

Hal ini dipicu oleh kerumitan dalam proses pengajuan Diska yang membuat sebagian masyarakat memilih jalan pintas.

“Bisa jadi proses ini berpengaruh terhadap penurunan Diska, tapi saya tidak punya data itu. Masyarakat kita ini banyak yang dibantu oleh orang lain untuk mengurus Diska. Ketika harus ke sini dan ke situ, menurut mereka itu ribet, akhirnya mereka malas dan memilih kawin siri. Itu yang jadi PR kita di 2025 ini,” kata Joko.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Keluarga Berencana pada DP3AKB Jember, Diana Ruspita Kumala Sari, menambahkan bahwa fenomena pernikahan anak memiliki kaitan erat dengan masalah stunting.

“Sebetulnya stunting ini tidak berdiri sendiri karena multi faktor. Salah satunya memang pernikahan anak. Jadi segala upaya baik itu dari pemberian gizi, kemudian dari kebijakan dan manajemen data, itu semua berpengaruh terhadap intervensi yang nantinya bisa berdampak pada penurunan angka stunting,” ujar Diana.

Dia menyebutkan bahwa berdasarkan data dari Dinas Kesehatan per April 2025, jumlah kasus stunting di Jember tercatat sebanyak 9.573 anak.

Oleh karena itu, intervensi terhadap pernikahan anak juga dianggap sebagai bagian dari strategi penanggulangan stunting di Kabupaten Jember.

Data dari Tim Percepatan Pencegahan Perkawinan Anak (TP3S) menunjukkan bahwa angka Diska di Jember sejak tahun 2020 terus berada di angka ribuan: 1.241 kasus pada 2020, 1.370 pada 2021, 1.311 pada 2022, dan 1.295 pada 2023. Baru pada 2024, angka ini berhasil ditekan hingga tinggal 512 kasus saja.