Budaya

Jelang Tutup Suro, Ribuan Abdi Dalem Keraton Surakarta Gelar Ritual Hajaddalem Labuhan di Parangkusumo

×

Jelang Tutup Suro, Ribuan Abdi Dalem Keraton Surakarta Gelar Ritual Hajaddalem Labuhan di Parangkusumo

Sebarkan artikel ini
Panembahan Agung Sinuwun Tejo Wulan didampingi Gus Wiro Kandeg Wongso Jumeno dan KPH Adipati Arya Paku Negoro saat memimpin prosesi Hajaddalem Labuhan di Pantai Parangkusumo, Bantul.(Foto: sekilas media)

BANTUL,Sekilasmedia.com – Menjelang berakhirnya bulan Suro dalam kalender Jawa, ribuan abdi dalem dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kembali menggelar tradisi sakral Hajaddalem Labuhan di Pantai Parangkusumo, Kelurahan Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, pada Senin (21/7/2025).

Tradisi ini merupakan bagian dari ritual rutin keraton untuk menutup bulan Suro, yang diyakini sebagai bulan penuh tirakat dan laku spiritual. Pantai Parangkusumo dipilih karena memiliki makna historis dan kultural yang kuat dalam tradisi Jawa, khususnya terkait dengan kepercayaan akan keberadaan Kanjeng Ratu Kidul.

Ritual ini dihadiri langsung oleh Panembahan Agung Sinuwun Tejo Wulan, didampingi para bangsawan keraton seperti Kanjeng Pangeran Haryo Adipati Amerta Wongso Negoro yang akrab disapa Gus Wiro Kandeg Wongso Jumeno, serta Kanjeng Pangeran Haryo Adipati Arya Paku Negoro.

Dalam keterangannya kepada awak media, Gus Wiro Kandeg Wongso Jumeno menjelaskan bahwa ritual ini tidak sekadar upacara adat, melainkan bentuk doa dan ikhtiar spiritual untuk keselamatan, ketentraman, dan kemakmuran bangsa.

“Labuhan ini adalah wujud rasa syukur dan permohonan keselamatan kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi. Ini bagian dari laku budaya Jawa yang sudah turun-temurun dilakukan para leluhur. Bukan hal mistik, tapi lebih ke spiritualitas yang membumi,” ujar Gus Kandeg.

Ia juga menegaskan bahwa pelestarian tradisi semacam ini penting sebagai pengingat jati diri bangsa dan kearifan lokal yang tidak boleh hilang ditelan zaman.

“Budaya leluhur harus tetap dijaga. Di tengah dunia yang terus berubah, akar budaya menjadi penyeimbang. Dan kita berharap, dengan ritual ini, alam semesta juga memberi restu bagi kehidupan yang lebih baik,” imbuhnya.

Prosesi dimulai sejak pagi hari, diawali dengan kirab dari pendapa Pantai Parangkusumo menuju titik labuhan. Sesaji berupa pakaian, kain, bunga, dan ubarampe lain kemudian dilarung ke laut sebagai simbol persembahan kepada kekuatan alam.

Ribuan masyarakat juga tampak antusias menyaksikan prosesi ini dari berbagai penjuru, menjadikan momen ini tak hanya sakral tetapi juga sarat nilai edukasi budaya bagi generasi muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *