Jember, sekilasmedia.com- Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2024 – 2029 Jember melahirkan dua nama baru. Gus Fawait dan Djoko Susanto.
Perjuangan menjadi orang nomor satu di Jember ini pun tidak main-main. Mereka melalui pertarungan sengit. Fitnah, caci maki dan hinaan berhasil mereka lalui.
Setiap detik, waktu dan hari, rakyat Jember dijejali kabar miring sang Bupati terpilih. Namun diakhir pertarungan, mereka menang.
Lambat laun seiring berjalannya waktu, Gus Fawait dan Djoko Susanto mulai menampakkan ketidakharmonisan. Secara suami istri, hubungan kedua insan ini terendus ewang-ewangan.Gus Fawait kesana, Djoko Susanto kesini. Ibarat rel kereta api, sejajar tapi tidak pernah bersatu.
Ketidakharmonisan ini pun tertangkap radar rakyat jelata. Pasalnya, sang wakil bupati sering menyindir pasangannya melalui media sosialnya.
Rakyat jelata suka rebahan dengan hobby scrol media sosial pun menyadari ada yang tidak beres dengan kondisi sang bupati dan wakilnya.
“Pasti ada yang tidak beres dengan bupati dan wakil bupatiku,” ungkap Soleha, warga Jenggawah Jember saat ditemui di depan pasar Jenggawah pada Jumat (8/8) pagi.
Soleha mengklaim Djoko selalu menyudutkan Gus Fawait dengan pendapatnya.
“Contohnya ketika Gus Fawait keluar negeri, Djoko ber koar-koar jika Gus Fawait tidak pernah pamit padanya. Dan menganggap Gus Fawait seenaknya. Itu pun saya tahunya dia begitu di media sosial, ” jelasnya.
Akhirnya Soleha berpikir subyektif jika Djoko itu ngambulan (suka ngambek). Soleha pun tidak habis pikir pada orang-orang disekitar Djoko. Seolah-olah mereka mendukung sikap sang wabup dan tidak ada yang menjadi “pembisik”, jika sikapnya itu tidak baik dilihat rakyat jelata yang tidak tahu pertarungan tingkat elit.
“Tak taohlah (tidak tahulah) mas, apa maunya. Mbok yo pura-pura harmonis gitu lho. Gak ngambulan kayak anak kecil. Apa belum siap jadi wakil bupati ya, ” keluhnya.
Apalagi akhir-akhir ini muncul berita Wabup Djoko mangkir 11 kali rapat paripurna DPRD Jember. Alasanya tidak hadir karena tidak diundang.
“Mak cek cetekke pikire (terlalu pendek pemikirannya), masalah undangan aja sampe egois mengabaikan hajat masyarakat Jember. Duh palang, ” kata Sholeha tak habis pikir.
Sebenarnya, lanjut Soleha, jika wabup mau mengesampingkan egonya dan lebih mengedepankan hajat orang banyak, ada undangan tidak ada undangan pun harus tetap datang.
Pendapat Soleha pun diamini Juwariyah, ibu rumah tangga asal Jenggawah yang ikut nimbrung obrolan di depan pasar.
“Dek remmah (bagaimana) dan sampai kapan begini terus. Lama-lama bansos dan PKH gak diurusi lagi gara-gara sibuk beri makan egonya, ” tegasnya.
Daripada ngurusi ego, sambung Juwariyah, mending cari warga miskin yang tidak punya bansos atau PKH. Lebih berpahala dan membantu rakyat jelata yang berhak dapat bantuan.
“Ayolah pak.. Mandeg (berhenti) pak, urusi kami saja. Jangan dikit-dikit ngambek, ” harapnya.