Mojokerto,Sekilasmedia.com– Suasana rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPRD Kabupaten Mojokerto bersama CV Sumber Arta berlangsung tegang. Pertemuan yang digelar di lantai tiga gedung dewan pada Rabu (27/09/2025) itu merupakan tindak lanjut dari inspeksi mendadak di pabrik pengolahan sablon karton milik perusahaan tersebut di Desa Ketemas Dungus, Kecamatan Puri.
Hadir dalam forum tersebut antara lain Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Bagian Hukum Setdakab, perwakilan Kecamatan Puri, serta Pemerintah Desa Ketemas Dungus. Namun jalannya rapat berubah panas setelah anggota dewan kecewa karena perusahaan hanya mengutus perwakilan yang dianggap tidak menguasai persoalan.
Ketua Komisi III, Edi Sasmito dari Partai NasDem, bahkan sempat meninggikan suara. Ia menegaskan bahwa pada pertemuan berikutnya pemilik CV Sumber Arta harus hadir langsung.
“Kalau dalam rapat selanjutnya pemilik perusahaan tetap mangkir, maka jangan salahkan kami jika persoalan ini kami rekomendasikan ke aparat penegak hukum,” tegas Edi.
Kekecewaan juga dilontarkan oleh Muhamad Afifudin, sekretaris DPC PPP Mojokerto sekaligus anggota Komisi III. Ia bahkan sampai menggebrak meja karena menilai Muksin, yang mewakili perusahaan, sama sekali tidak kompeten.
“Saya pesimis masalah ini bisa tuntas bila hanya diwakili Muksin. Pemilik perusahaan, Ibu Kumala, harus datang sendiri. Perwakilan ini jelas tidak paham kondisi yang sebenarnya,” ujar Afif dengan nada tinggi.
Afif juga mengungkapkan bahwa selain dugaan pencemaran lingkungan, masih banyak persoalan lain di perusahaan tersebut, mulai dari tidak adanya sertifikat K3, penggunaan tanah kas desa tanpa izin, ketidakjelasan dana CSR, hingga perizinan air tanah dan keikutsertaan BPJS ketenagakerjaan bagi para buruh.
Nada serupa disampaikan anggota Komisi III dari Fraksi PKB, Hadi Fakturahman. Ia mempertanyakan status Muksin yang sebelumnya mengaku sebagai HRD, namun kini menyebut dirinya bagian operasional.
“Ini membingungkan. Apalagi limbah yang dihasilkan tergolong B3 yang berbahaya. Jika perusahaan tidak kooperatif, kasus ini bisa kami serahkan ke kepolisian,” tegas Hadi.
Ia menambahkan, perusahaan wajib membawa semua dokumen perizinan pada rapat lanjutan. Jika pemilik tetap tidak hadir, dewan bahkan siap meminta rekomendasi polisi untuk melakukan penjemputan paksa.
Sementara itu, Setia Puji Lestari dari Fraksi PDIP juga mengingatkan agar perusahaan tidak main-main dengan persoalan ini. Ia mencontohkan kasus serupa di sebuah pabrik karet yang akhirnya ditutup karena melanggar aturan lingkungan.
Dari pihak Bagian Hukum Setdakab menegaskan, dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan CV Sumber Arta sudah masuk kategori pelanggaran serius. “Ada konsekuensi hukum, baik perdata maupun pidana, jika sengketa lingkungan ini berlanjut,” ujarnya.
Tak hanya dewan, Kepala Desa Ketemas Dungus, Dwi Siti Khaliyah, juga mengeluhkan sejumlah masalah lain. Menurutnya, selain limbah mencemari lahan warga, upah yang diterima buruh pabrik juga sangat rendah.
“Jumlah pekerja lebih dari seratus, seharusnya statusnya bukan lagi CV. Karyawan juga layak mendapat gaji yang sesuai. Tapi sampai sekarang, tanah warga yang tercemar pun tidak ada ganti rugi,” ungkapnya.
Di ujung pertemuan, setelah mendapat desakan keras dari dewan, Muksin akhirnya berjanji bahwa pihak perusahaan akan segera menindaklanjuti persoalan limbah tersebut. (adv/wo)