Politik

Tak Mau Diundang, PKB Kritik Keras Wabup Jember Djoko Susanto, 11 Kali Mangkir Rapat Paripurna. Begini kronologisnya

×

Tak Mau Diundang, PKB Kritik Keras Wabup Jember Djoko Susanto, 11 Kali Mangkir Rapat Paripurna. Begini kronologisnya

Sebarkan artikel ini
PKB Kritik Wabup Jember 11 kali mangkir paripurna. Foto aurel

Jember, Sekilasmedia.com–Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Jember memberikan kritik terhadap Wakil Bupati (Wabup) Djoko Susanto. Pasalnya, Wabup tercatat absen 11 kali dari 13 kali rapat paripurna DPRD tahun 2025.

Juru bicara Fraksi PKB, Nurhuda Candra Hidayat, dalam rapat paripurna Pandangan Akhir atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (PAPBD) Tahun Anggaran 2025, menyampaikan bahwa ketidakhadiran tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap Lembaga DPRD Jember.

“Terkesan menyepelekan pembahasan hajat hidup rakyat Jember. Kehadiran Wakil Bupati bukan sekadar formalitas, melainkan kewajiban konstitusional yang mencerminkan komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang akuntabel,” katanya, Kamis (07/08/2025).

Selanjutnya kata dia, ketidakhadiran Wakil Bupati yang terus-menerus ini, mengurangi optimalisasi pembahasan kebijakan strategis daerah. Dia juga menuntut penjelasan resmi serta komitmen untuk hadir secara konsisten ke depan.

“DPRD bukan sekadar stempel, melainkan mitra kerja yang harus dihormati. Jika Wakil Bupati konsisten absen, maka muncul pertanyaan: Sejauh mana keseriusannya dalam menjalankan tugas?,” ujarnya.

Fraksi PKB juga menyampaikan ajakan positif kepada Wakil Bupati agar segera mengakhiri dinamika yang kurang produktif. Serta lebih memfokuskan energi pada kerja nyata birokrasi.

“Kepada Wakil Bupati, kami mengimbau untuk mengakhiri dinamika yang kurang produktif. Mari tunjukkan kedewasaan dalam birokrasi dengan mengubah narasi menjadi kerja nyata,” paparnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Jember, Ahmad Halim, memberikan penjelasan terkait absennya Wakil Bupati. Menurutnya, secara administratif DPRD mengundang Bupati sebagai pihak yang wajib hadir.

“Pak Wabup mempunyai pandangan, bahwa dalam hal rapat-rapat di DPRD, yang diundang hanya bupati. Kemudian kami sampaikan, kebiasaan di kami diundang semuanya, Bupati dan Wakil Bupati,” ungkapnya.

“Tapi menurut beliau (Wakil Bupati) secara administrasi, Bupati yang diundang. Kalau Bupati tidak hadir baru menugaskan Wakil Bupati. Kalau Wakil Bupati tidak bisa hadir baru menugaskan Sekda,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Jember, Djoko Susanto menyebut bahwa pihaknya tidak hadir karena memang tidak ada undangan dari pihak DPRD.

“Kalau tidak ada undangan, bagaimana saya bisa menghadiri,” ucapnya.

Djoko menambahkan, dengan adanya pertanyaan dari PKB, Djoko akan melayangkan surat ke DPRD Jember. Pihaknya tidak menghadiri rapat Paripurna, karena memang tidak ada undangan dari DPRD Jember.

“Saya akan bersurat menjelaskan ketidakhadiran saya karena memang tidak ada undangan. Kalau toh kemudian Bupati dan Wakil Bupati adalah satu lembaga sehingga undangannya hanya satu, bupati juga tidak pernah mengajak saya (untuk hadir),” katanya.

Sementara itu, Sutiyoso, Sekertaris DPRD Jember mengakui jika Wabup Djoko Susanto tidak diundang karena Djoko tidak mau diundang atas permintaanya sendiri.

“Jadi waktu itu, saat di ruang transit, kebetulan ada pak ketua dan wakil ketua DPRD beserta jajaran Forkopimda. Pak Wabub sendiri yang menyampaikan, bahwa sesuai administrasi pemerintahan itu, kalau mengundang kepala Daerah cukup Bupati tidak usah Wakil Bupati. Jadi kalau Bupati tidak bisa hadir, nanti bisa mendisposisi ke Wakil Bupati, ” jelas Sutiyoso menirukan perkataan Djoko.

Sutiyoso menjelaskan wakil bupati Jember Djoko Susanto memang tidak mau diundang dalam rapat paripurna.
“Jadi waktu itu di kisaran bulan Maret di ruang transit VIP, ada Ketua DPRD, Wakil Ketua, Wakapolres dan Forkompinda,” terang dia.

Saat itu, kata Sutiyoso, Wabup menyampaikan bahwa dirinya tidak perlu diundang jika sudah mengundang kepala daerah.

“Pak wabup sendiri yang menyampaikan kalau sesuai administrasi pemerintahan itu, kalau mengundang kepala daerah cukup bupati, tidak usah wakil bupati,” tambah dia.

Jika bupati tidak hadir, kata dia, maka bisa didisposisi ke wakil bupati Jember. Saat itu, Sutiyoso menambahkan bahwa DPRD selalu mengundang bupati dan wakil bupati.

“Wong kebiasaan salah kok dipertahankan,” ucap Sutiyoso menirukan perkataan Wabup saat itu.

Menurut dia, wabup menganalogikan dengan dengan suami dan istri, sehinga berbeda dengan pemerintahan.

“Akhirnya kami minta petunjuk, dan diarahkan bupati saja yang diundang, bukan bupati dan wakil bupati” papar dia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jember dari Fraksi PDIP, Widarto, menjelaskan kronologi awal pernyataan Wakil Bupati yang meminta tidak diundang dalam forum paripurna tertentu.

“Awalnya beliau menyampaikan, ‘Aku ini diundang kok gak dikasih materi sih?’,” ungkap Widarto saat menirukan pernyataan Wabup di ruang transit.

Menurut Widarto, saat itu sejumlah pejabat turut hadir seperti Waka Polres, Sekwan, perwakilan Kejaksaan, serta pimpinan DPRD lainnya.

Pernyataan Wakil Bupati kemudian dianggap sebagai bentuk ketidakberminatan hadir, jika materi rapat tidak disiapkan atau disampaikan terlebih dahulu oleh pihak eksekutif.

“Beliau lalu mengatakan, ‘Kalau begitu mending aku gak usah diundang’,” lanjut Widarto menirukan pernyataan Wakil Bupati saat itu.

Dari situlah, menurut Widarto, DPRD Jember kemudian memutuskan tidak lagi mengundang Wakil Bupati dalam paripurna, kecuali jika Bupati tidak bisa hadir.

Widarto menegaskan bahwa kebijakan itu bukan keputusan sepihak, namun berdasar pernyataan langsung Wakil Bupati yang disaksikan sejumlah pihak.

“Kalau kemudian beliau merasa itu salah tafsir, ya kami hanya menjalankan apa yang disampaikan, Kami pimpinan DPRD kolektif-kolegial dalam menafsirkan itu.” kata Widarto.

Penulis: AurelEditor: Erik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *