SURABAYA, Sekilasmedia.com – Meninggalnya ratusan KPPS saat Pemilihan Umum serentak yang juga berbarengan Pemilihan Presiden (Pilpres) yang telah dilaksanakan 17 April 2019 lalu, sempat adem ayem karena dianggap sebagai hal biasa. Lantas sempat dianggap faktor utama penyebabnya adalah kelelahan yang berarti diantaranya bahwa Pemilu serentak (Pilpres, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) dirasa harus dievaluasi karena menyebabkan kelelahan yang hebat? Sehingga menimbulkan kematian ‘massal’ sekitar 500 lebih KPPS? Hal tersebut sempat dianggap biasa-biasa saja sebelum berbagai pihak menyorotinya, termasuk pemerintah harus bertanggung-jawab. Kurang lebih hal tersebut disampaikan R.Tri Harsono Forum Peduli Indonesia – Sehat (FPI-S) dalam diskusi terbatas di Surabaya.
*R.TRI HARSONO: JIKA ADA YANG MENILAI KEMATIAN 500 KPPS DIANGGAP BIASA, PERLU DIPERTANYAKAN RASA KEMANUSIAANNYA?*
R.Tri Harsono pun mempertanyakan kepada pemerintah, dengan kematian KPPS sebanyak 500 lebih seluruh Indonesia kok dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja? Jika memang pada Pemilu 2014 dianggap ada sekitar seratus lebih KPPS yang meninggal, maka jika kini (Pemilu 2019) menjadi sekitar 500 lebih maka terjadi peningkatan 400 lebih yang meninggal. Peningkatan jumlah kematian yang luar biasa besar dan menyangkut nyawa manusia itu menurut R.Tri Harsono, tidak bisa dianggap sebagai hal biasa. Ini kejadian luar biasa. Jika ada yang menganggap biasa, maka perlu dipertanyakan rasa kemanusiaannya.
Pada bagian terpisah hari ini (Jumat 10 Mei 2019) melalui Kahar S. Cahyono sebagai nara hubung, Said Iqbal selaku Pengurus Pusat Badan Perburuhan Internasional (International Labour Organisation/ILO) di Perserikatan Bangsa-Bangsa (ILO di PBB) memberikan tanggapan mengenai Tragedi Kematian Anggota KPPS yang mencapai 554 saat bertugas dalam pemungutan dan penghitungan suara dalam penyelenggaraan Pilpres dan Pileg 2019. Menurut Said Iqbal kasus tersebut merupakan tragedi kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus disuarakan dengan keras di Negara yang menganut sistem demokrasi.
*SAID IQBAL SEBAGAI TOKOH BURUH DUNIA YANG DUDUK DI ILO, MINTA DIBENTUK TIM GABUNGAN PENCARI FAKTA*
Sebagai tokoh buruh dunia yang duduk di badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu ILO yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal ikut peduli menyuarakan kematian 554 petugas KPPS. Untuk itu Iqbal mendesak agar segera dibentuj Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF). Ada tiga hal yang mendasari pemikiran Said Iqbal. Pertama jumlah orang yang meninggal banyak sekali. Dimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan jumlahnya 554 orang. Kejadian tersebut merupakan tragedi kemanusiaan karena sebelumnya tidak pernah terjadi seperti ini. Di negara-negara Eropa misal di Brussel dan Paris, ketika ada yang meninggal puluhan orang saja masyarakat simpil dan buruh sudah meneriakkan #SaveBrussel dan #SaveParis. “Dengan jumlah kematian yang mencapai 554 orang, wajar jika gerakan buruh dan masyarakat sipil lainnya ikut menyerukan #SaveIndonesia,” ungkap Said Iqbal.
Kedua, mereka yang meninggal meluas dan terjadi di berbagai wilayah di Republik Indonesia. Sehingga perlu dilakukan penyelidikan yang independen, ada apa yang sesungguhnya terjadi.
Ketiga, jangan hanya sekedar menyederhanakan masalah dengan mengatakan mereka meninggal dunia karena faktor kelelahan. Oleh karena itu, perlu adanya visum et repertum dan autopsi dari lembaga yang berkompeten.
Said Iqbal mendesak agar TGPF dibentuk dalam minggu ini, supaya hasil autopsi dan visum et repertum tidak terlalu lama didapat, sehingga akan lebih mudah menganalisa faktor kematian tersebut. Iqbal menyarankan anggota TGPF untuk Kematian KPPS terdiri dari unsur Ikatan Dokter Indonesia (IDI), unsur Komnas HAM, unsur Bawaslu, unsur Akademisi, unsur Masyarakat Sipil atau serikat buruh.
“TGPF tidak melibatkan lembaga Negara, partai politik, dan tim pemenangan Capres. Sehingga akan bebas dari kepentingan dan memberikan dampak positif bagi kemaslahatan bangsa dan Negara,” tegasnya.
Bilamana usulan ini tidak ditanggapi, KSPI akan menyerukan aksi besar-besaran di seluruh wilayah Indonesia oleh serikat buruh dalam untuk mendesak pemerintah dan DPR agar mengusut tuntas kematian lebih dari setengah juta orang petugas pemilu ini.
“Ini bukan persoalan siapa Capres yang akan menang. Ini lebih pada tragedi kemanusiaan,” tegasnya.
*MENGENAL SAID IQBAL*
Said Iqbal lahir di Jakarta, tanggal 5 Juli 1968. Iqbal mempunyai seorang istri Ika Liviana Gumay SE dan seorang anak yang bernama Syarifah Soraya, SKed.
Kiprah Said Iqbal sebagai pemimpin buruh berawal dari tahun 1992. Dimulai dari tingkat pabrik, cabang kabupaten, wilayah provinsi, hingga tingkat nasional, dan internasional. Dia juga bekerja di sebuah perusahaan elektronik multinasional di Bekasi dengan jabatan terakhir sebagai Manager pada tahun 2018.
Posisi yang pernah dan sedang dijabat Said Iqbal adalah ketua serikat pekerja tingkat pabrik selama hampir 18 tahun, pimpinan serikat pekerja di tingkat cabang, tingkat wilayah provinsi, Sekretaris jenderal DPP FSPMI, Central Comittee Serikat Buruh Metal Sedunia (IMF) yang berkedudukan di Geneva Swiss, Wakil Presiden Serikat Pekerja ASEAN (ATUC) berkantor di Singapura, General Council Konfederasi Serikat Buruh Sedunia (ITUC) berkedudukan di Brussel Belgia, Presiden DPP FSPMI, Presiden KSPI, dan pengurus pusat ILO Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (International Labour Organization Governing Body) berkantor di Geneva, Swiss.
Pria yang menamatkan pendidikan Master Ekonomi (S2) di Universitas Indonesia ini selalu menjadi juara umum dan menerima bea siswa selama bersekolah di SD, SMP, dan SMA. Said Iqbal menempuh pendidikan di SDN 02 Balekambang Jakarta, SMPN 150 Jakarta, SMAN 51 Jakarta, Politeknik UI, Teknik Mesin Universitas Jayabaya, dan Master Ekonomi UI.
Berbagai penghargaan dan sertifikat berskala nasional dan internasional sudah diterima oleh Said Iqbal. Untuk tingkat nasional antara lain sebagai nara sumber di beberapa fraksi DPR RI, kementerian, organisasi serikat pekerja se-Indonesia, lembaga kemahasiswaan universitas, dan organisasi kepemudaan, tim kecil beberapa undang-undang, dan institusi lainnya. Sedangkan di tingkat internasional antara lain mendapatkan sertifikat UNESCO badan PBB (saat SD), sertifikat pelatihan dari Universitas Geneva Swiss UOG, dan penghargaan internasional Febe Elizabeth Velasquez Award dari FNV Belanda.
Beberapa Negara dimana Said Iqbal pernah menjadi pembicara di forum-forum internasional antara lain di Negara Singapura, Malaysia, Philipina, Thailand, Kamboja, Vietnam, Hongkong, Jepang, Korea Selatan, Jordania, Australia, Afrika Selatan, Jerman, Austria, Belgia, Turki, Perancis, Swiss, Finlandia, Inggris, Swedia, Denmark, Belanda, Amerika Serikat, Brazil, dan beberapa Negara lainnya. Atas undangan ITUC dan IndustriALL, Said Iqbal juga pernah diikutsertakan sebagai delegasi peserta ITUC untuk berbicara dalam forum-forum international seperti pertemuan Negara G 20 di Melbourne, sidang WTO di Geneva, Konferensi ILO di Geneva, sidang Bank Dunia dan IMF di Washington, dan salah satu pembicara di World Economic Forum di Jakarta.
Said Iqbal banyak mengisi acara talk show dan nara sumber di beberapa televisi, radio, koran, dan media online nasional. Dia juga pernah mengisi sebagai nara sumber dan pembicara di beberapa media internasional seperti majalah Financial Times Inggris, koran Strait Times Singapura, radio dan online BBC, kantor berita Reuter, koran Volkstrand dan Telegraph Belanda, televisi international Aljazeera, televisi internasional DW Jerman, televisi News Asia Chanel Singapura, televisi NHK Jepang, koran Nikkei Shinbun Jepang, televisi Rusia, televisi Bloomberg Indonesia, Arte Televisi Perancis, majalah Pro Finlandia, majalah Metal IndustriALL Swiss, radio Australia, dan beberapa media internasional lainnya.
Said Iqbal merasa terpanggil bilamana berbicara tentang keadilan, nilai persamaan, dan nilai kemanusiaan terhadap buruh dan rakyat Indonesia. Para buruh dan rakyat kecil sebenarnya tidak pernah menuntut upah yang tinggi, tetapi sekedar hidup layak, memiliki masa depan yang jelas tanpa outsourcing, dan mempunyai jaminan sosial. Hal ini, karena, separuh dari total penduduk Indonesia adalah buruh, tetapi kehidupan mereka tidak pernah mengalami perubahan nasib. Tetap miskin atau near poor di tengah pertumbuhan ekonomi yang dicapai pemerintah.
Beberapa buku yang telah ditulis oleh Said Iqbal (dan diantaranya ditulis bersama Kahar S. Cahyono) antara lain buku berjudul: Buku Sepultura: Sebuah Cita-Cita Perjuangan tahun 2015; Buku Gagasan Besar Serikat Buruh bagian I tahun 2015 edisi bahasa Indonesia dan Inggris sudah cetakan ketiga; Buku Pemerintah Gagal Menyejahterakan Buruh – Catatan Kritis Perburuhan Tahun 2017; Buku Kerja Layak Upah Layak dan Hidup Layak Gagal Diwujudkan – Catatan Kritis Perburuhan Tahun 2018. Baru-baru ini, Said Iqbal menulis Buku putih KAJS yang berjudul BPJS Kesehatan Dalam Pusaran Kekuasaan.(Sis).