Daerah

Stasiun Malang: Lebih dari Sekadar Titik Transit, Sebuah Warisan Sejarah yang Hidup

×

Stasiun Malang: Lebih dari Sekadar Titik Transit, Sebuah Warisan Sejarah yang Hidup

Sebarkan artikel ini
Stasiun Malang Kotabaru pintu kedatangan sisi barat (Foto: sekilasmedia.com/ Bas)

Malang, sekilasmedia.com – Di tengah hiruk-pikuk aktivitas penumpang dan deru kereta yang datang dan pergi, Stasiun Malang (ML) berdiri sebagai salah satu simbol penting di Kota Malang. Bukan sekadar tempat naik turun penumpang, stasiun ini adalah saksi sejarah panjang yang merekam dinamika ekonomi, budaya, dan mobilitas masyarakat sejak era kolonial hingga kini.

Terletak di Kiduldalem, Klojen, Malang, Jawa Timur, Stasiun Malang Kotabaru adalah stasiun kelas besar tipe A yang melayani perjalanan kereta api antar kota dan lokal Commuter Line. Lebih dari sekadar fasilitas transportasi, stasiun ini adalah gerbang utama yang menghubungkan Malang dengan kota-kota besar di Jawa Timur dan sekitarnya.

Menurut Arif, anggota Railfans Malang Raya, stasiun ini memiliki sembilan jalur kereta api, dengan jalur 3 sebagai sepur lurus yang berfungsi sebagai jalur utama untuk kereta yang melintas langsung. Namun, hanya jalur 1–5 yang aktif digunakan untuk aktivitas naik-turun penumpang.

BACA JUGA :  Pemkot Probolinggo Tingkatkan Upaya Antisipasi DBD

“Stasiun Malang pertama kali dibangun bersamaan dengan jalur kereta Surabaya–Malang dan Pasuruan sekitar tahun 1870. Awalnya, fokus utama stasiun ini adalah untuk mendukung pengangkutan hasil bumi dan komoditas perkebunan dari wilayah pedalaman Jawa Timur ke kota pelabuhan,” jelas Arif, Sabtu (4/1).

Setelah konsesi dikeluarkan pada tahun 1875, jalur kereta api Bangil–Malang akhirnya selesai pada 20 Juli 1879, yang sekaligus menandai babak baru dalam mobilitas ekonomi dan sosial di Malang.

Bangunan awal stasiun ini berdiri di sisi timur emplasemen dengan gaya arsitektur Staatsspoorwegen (SS) yang memadukan unsur Neoklasik dan Indische Empire. Namun, seiring meningkatnya jumlah penumpang dan aktivitas transportasi, Staatsspoorwegen membangun stasiun baru di sisi barat emplasemen pada tahun 1941.

Stasiun baru tersebut dirancang oleh arsitek Ir. W.J. van der Eb dan kemudian dikenal sebagai Stasiun Malang Kotabaru. Perubahan ini bukan hanya soal kapasitas, tetapi juga tentang modernisasi infrastruktur dan peningkatan pelayanan bagi masyarakat yang terus berkembang.

BACA JUGA :  PEMKOT PROBOLINGGO BERUPAYA MAKSIMAL MENANGANI COVID 19

“Stasiun ini bukan hanya soal rel dan kereta yang melintas. Setiap sudutnya menyimpan cerita tentang pertemuan, perpisahan, dan harapan. Banyak generasi yang tumbuh bersama stasiun ini,” tambah Arif.

Selain perannya sebagai pusat transportasi, Stasiun Malang juga memiliki daya tarik sejarah dan arsitektur yang memikat. Detail bangunan, lengkungan klasik, dan kesan kolonial masih terasa kental di setiap lorong dan ruang tunggu.

Kini, Stasiun Malang Kotabaru tidak hanya menjadi bagian dari sistem transportasi Jawa Timur tetapi juga destinasi sejarah bagi mereka yang ingin merasakan jejak masa lalu yang masih bertahan di tengah modernisasi.

“Stasiun ini lebih dari sekadar titik keberangkatan dan kedatangan. Ia adalah simbol kota yang merekam jejak sejarah dan harapan untuk masa depan,” pungkas Arif.

Penulis: S. Basuki

Editor: KayllaStasiun Malang: Lebih dari Sekadar Titik Transit, Sebuah Warisan Sejarah yang Hidup