Mojokerto,Sekilasmedia.com-Menjamurnya Rentenir berkedok koperasi di wilayah Mojokerto, mendapatkan tanggapan serius dari lembaga perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI) Cabang Mojokerto.
Seperti yang disampaikan pimpinan Cabang lembaga perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI) Mojokerto Muji Boyny, belakangan LPKNI Mojokerto menerima sedikitnya puluhan nasabah korban rentenir yang bermasalah, rata-rata tidak dapat mengangsur lagi, akibat suku bunga yang terlalu tinggi.
,”Berdasarkan pengaduan Masyarakat, kebanyakan dari kaum ibu-ibu, bahwa praktek ilegal itu sekarang merambah dan menjadi wabah bagi Masyarakat khususnya di pedesaan, di jadikan ladang pendapatan dengan cara hampir sama yang di jalankan oleh koperasi,” jelasnya.
Lebih lankut Muji Boyny menyampaikan, Pertama larangan melakukan usaha pelepas uang. Pada pasal 1 Undang-undang Pelepas Uang atau Geldscheiter Ordanantie (S.1938 : 523), yang berlaku hingga saat ini, sesuai dengan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, menyatakan:
”Dilarang melakukan usaha pelepas uang tanpa izin dari Pemerintah”.
Saat ini usaha-usaha yang bisa memberikan kredit serta mendapatkan izin untuk kegiatan usahannya, kepada masyarakat adalah Perbankan (baik Bank umum maupun BPR), Perusahaan Pembiayaan, Koperasi Simpan Pinjam, dan beberapa lembaga keuangan mikro.
Tentu, saat ini diperkirakan tidak ada Rentenir yang memiliki izin dari Pemerintah untuk menjalankan usahannya.
Masih kata Boyni, kami sebut Rentenir atau sering juga disebut tengkulak (terutama di pedesaan) adalah orang yang memberi pinjaman uang tidak resmi atau resmi dengan bunga tinggi. Pinjaman ini tidak diberikan melalui badan resmi, misalnya bank, dan bila tidak dibayar akan dipermalukan.
Dalam waktu dekat persoalan korban rentenir yang sudah mengadu ke pihak LPKNI akan kami tindak lanjuti, bila pelaku melanggar ketentuan perundangan yang berlaku maka akan kami laporkan ke pihak yang berwenang , “pungkas Boyni. (Ni/wo)