Bondowoso, Sekilasmedia.com — Sekretaris Daerah Kabupaten Bondowoso, Dr. Fathur Rozy, M.Fil, menegaskan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap pembangunan gedung pesantren dan lembaga pendidikan di daerah. Hal itu disampaikan dalam sesi wawancara usai kegiatan Sosialisasi Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2025 (KANDA dan DINDA) di Aula Sabha Bina Praja I, Jumat (24/10/2025).
Menurut Fathur, pengawasan terhadap pembangunan gedung harus ditingkatkan untuk memastikan keamanan dan kelayakan bangunan, terutama bagi lembaga pendidikan berbasis masyarakat seperti pesantren.
“Kalau gedung itu hibah dari pemerintah, pasti pengawasannya jelas. Cuma kalau bangun sendiri, biasanya tidak ada pendampingan teknis. Ini yang perlu ditingkatkan ke depan,” ujarnya.
Ia mengakui, banyak pesantren membangun sarana secara swadaya tanpa pendampingan teknis memadai. Kondisi itu berisiko terhadap kualitas konstruksi bangunan. “Saya sendiri sering lihat, belum juga sering ngecor-ngecor, sama saja. Jadi ke depan memang perlu ada peningkatan pengawasan,” katanya.
Fathur menilai, langkah menutup pesantren hanya karena persoalan bangunan bukanlah keputusan yang bijak. Menurutnya, pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan pembinaan dan pengawasan, bukan pada sanksi ekstrem. “Bukan kemudian pesantren ditutup, itu menurut saya tidak bijak. Kita harus arahkan agar ada pengawasan dan pembinaan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, secara kelembagaan pesantren berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag). Karena itu, Pemkab Bondowoso akan berkoordinasi dengan Kemenag dalam melakukan pengawasan terhadap kelayakan dan keselamatan bangunan pesantren. “Nanti akan kita koordinasikan dengan Kemenag, bagaimana pengawasan dilakukan, termasuk kondisi fisik dan kelayakan bangunan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fathur juga menyinggung pentingnya edukasi terhadap masyarakat terkait kepatuhan pada regulasi pembangunan. Ia menyoroti masih banyaknya bangunan pesantren yang belum memiliki izin resmi. “Harus kita akui memang perlu edukasi. Bukan hanya kepada masyarakat, tapi semua pihak agar patuh kepada aturan. Dulu namanya IMB, sekarang PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Ini perlu terus disosialisasikan,” jelasnya.
Ia juga menyinggung faktor usia bangunan yang sering diabaikan.
Banyak gedung lama yang sudah melewati usia ekonomis, namun masih digunakan tanpa evaluasi teknis. “Gedung kita ini contohnya, dibangun tahun 1977. Ketika ada gempa, semua takut. Tapi insya Allah masih kuat. Nah, penting untuk menilai usia ekonomis bangunan agar tahu kapan perlu diperbaiki,” katanya.
Menurutnya, penilaian teknis terhadap bangunan harus menjadi perhatian serius. Ia mencontohkan infrastruktur besar seperti Jembatan Suramadu yang memiliki usia desain hingga 100 tahun. “Jadi sejak awal sudah ada antisipasinya. Kita juga harus punya data seperti itu untuk bangunan pendidikan,” tambahnya.
Fathur menegaskan, pengawasan yang baik tidak hanya soal teknis, tetapi juga tanggung jawab moral untuk memastikan keselamatan santri dan peserta didik. “Pengawasan ini bukan hanya tentang aturan, tapi juga soal kepedulian. Karena tempatnya luar biasa, harus aman dan layak,” tuturnya.
Ia berharap ke depan ada kolaborasi lebih erat antara pemerintah daerah, Kemenag, dan masyarakat pesantren agar pembangunan berjalan sesuai regulasi tanpa menghambat kegiatan pendidikan. “Intinya bukan pelarangan, tapi pembenahan. Supaya pesantren kita makin kuat dan berdaya,” pungkasnya.





