
Batu, sekilasmedia.com – Ada keterlibatan pelaku lain dalam peristiwa yang terjadi di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) yakni, terkait adanya dugaan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh pemilik SPI atau terduga pelaku JE. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait.
Saat mendatangi Polres Batu Arist Merdeka Sirait menyampaikan tujuan korban melaporkan ke pihaknya, dan kepolisian untuk tidak menutup sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) yang ada di Kota Batu. Namun mencegah adanya korban-korban lain dan menghentikan tindakan keji yang dilakukan oleh pemilik SPI atau terduga pelaku JE.
“Tadi malam saya bertemu dengan korban, itu pesan yang disampaikan kepada saya agar disampaikan ke masyarakat Kota Batu atau pun murid yang masih belajar di SPI. Keinginan pelapor, pelaku bisa segera mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Tidak ada tujuan lain, apalagi sampai menutup sekolah,” terang Arist, Rabu (9/6/2021).
Ia pun turut mengungkapkan, pesan kedua yang disampaikan bahwa, jika ada individu atau kelompok yang mendukung terduga pelaku maka, dipersilahkan saja. Namun ada sesuatu hal yang harus patut diperhatikan.
“Pesan kedua jika ada individu atau kelompok yang mendukung terduga pelaku korban berkata silahkan saja. Tapi jangan melupakan dan mengabaikan peristiwa sesungguhnya yang terjadi bertahun-tahun di SPI,” ungkap Arist menyampaikan pesan korban.
Selain itu, Ia juga mengatakan bahwa Komnas PA juga mendapatkan informasi adanya keterlibatan pelaku lain dalam kasus tersebut. Maksudnya orang yang mengetahui kejadian sesungguhnya tapi tidak mencegahnya hingga kekerasan terus terjadi berulang-ulang kepada beberapa murid.
“Sesuai UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak jadi kalau saya, anda atau siapapun mengetahui adanya peristiwa kejahatan dan tidak melapor sama saja mendukung pelanggaran terhadap anak bisa terancam pidana selama 5 tahun,” terangnya.
Lebih jauh ia menjabarkan, kekerasan ekonomi yang dimaksud sering kali para murid tidak mendapatkan upah yang layak dan sangat minim saat bekerja. Apalagi upah itu tak berupa uang, namun berupa penghargaan atau tabungan.
“Pemberiannya berdasarkan kelas misal kelas satu mendapat Rp 100 ribu, kelas dua Rp 200 ribu, dan kelas tiga Rp 500 ribu. Eksploitasi ekonominya disitu, coba cek ada tidak tabungannya,” kata Arist.
Lalu ada juga kekerasan fisik, lanjut Arist, misal bila ada kesalahan saat bekerja mereka bisa mendapat pukulan terkadang direndam atau disiram air.
“Karena masih anak-anak saat bekerja mungkin capek atau mengantuk lalu mereka sembunyi-sembunyi mencari tempat untuk tidur biasanya di ruang penyimpanan alat kebersihan. Kalau ketahuan langsung disiram air oleh pengelola,” Ucapnya.
Arist juga menyampaikan bahwa saat ini sudah ada 14 pelapor yang sudah menjalani BAP dan Visum. Ia menyebutkan, keterangan korban perbuatan yang disangkakan kepada JE sangat keji, bukan lagi pemerkosaan karena memang sudah direncanakan, dan dilakukan berulang-ulang.
“Baik itu kejahatan seksual, kekerasan, dan eksploitasi yang dilakukan. Makanya informasi tambahan dari korban akan kita sampaikan ke penyidik Polda Jatim untuk memperkuat laporan. Kita berharap pekan depan dua alat bukti sudah ditemukan dan cukup untuk menetapkan terlapor sebagai tersangka,” tutupnya. (BAS)