Mersinde seçkin mersin escort bayan larla özel bir deneyim yaşayın, Samsunda escort samsun ile farklı anlar geçirin. Kadıköyde özel ve güvenilir hizmetler için anadolu yakası escort bayan bayanlarıyla tanışın! İstanbul’un gece atmosferinde istanbul gece hayatı keşfedin.

Kemendikbud Beri Penjelasan Terkait Sistem Zonasi PPDB

Foto sekertaris kemendikbud saat dimintai keterangan petugas
Foto sekertaris kemendikbud saat dimintai keterangan petugas

JAKARTA, Sekilasmedia.com – Implementasi kebijakan sistem zonasi terkait penerimaan siswa baru kembali telah berlangsung sejak tiga tahun belakangan. Namun, sejumlah persoalan masih mencuat di sejumlah daerah. Pemerintah tentu tidak tinggal diam demi memaksimalkan pelaksanaan kebijakan tersebut.

Penerapan sistem zonasi bertujuan agar bisa mempercepat pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Selain itu juga agar anak usia sekolah di negeri ini senantiasa memperoleh akses seluas-luasnya masuk ke sarana pendidikan.

Melalui sistem zonasi ini, diharapkan agar redistribusi guru berkualitas bisa berjalan lebih efektif. Dan diyakini akan sangat membantu pemerintah dalam hal penyaluran bantuan dana tepat sasaran. Tidak kalah pentingnya bahwa kebijakan zonasi ini diyakini mampu memutus beragam penyimpangan terkait PPDB, lantaran adanya tradisi eksklusivitas dan diskriminasi  di sekolah negeri.

Seperti yang dijelaskan oleh Khaterina, salah satu staf ahli kemendikbud dalam acara Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang dilaksanakan di gedung Kominfo,  tepatnya di jalan Medan Merdeka Barat,  Jakarta Pusat.

“Secara umum,  sistem zonasi ini dipayungi oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) No. 51 tahun 2018, yang mengatur tentang penerimaan murid baru melalui tiga jalur yakni Zonasi (Jarak rumah dengan sekolah) dengan kuota minimal 90 persen, prestasi dengan kuota maksimal 5 persen, dan jalur perpindahan orangtua dengan kuota maksimal 5 persen. Termasuk juga dalam kuota 90 persen untuk jalur zonasi adalah peserta didik yang tidak mampu dan penyandang disabilitas di sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif,” jelasnya. Senin (01/07).

BACA JUGA :  Polri Pastikan Arus Lalu Lintas dari Kalikangkung hingga Cikampek Ramai Lancar

Menurut Kemendikbud, pemetaan sebanyak 2.580 zona pendidikan diseluruh Indonesia. Kemudian dilakukan pendataan terhadap kondisi sarana dan prasarana sekolah, termasuk guru dan tenaga kependidikan.

“Ada beberapa poin terkait zonasi menjadi sorotan dan perhatian pemerintah, diantaranya adalah mengenai kualitas guru, yang diprioritaskan di dalam setiap zona. Jika masih ada kekurangan maka akan dilakukan rotasi antar zona (kabupaten/kota), yang mana akan dilakukan jika penyebaran guru benar-benar tidak imbang, “papar Katherina, staf ahli kemdikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebenarnya telah mengidentifikasi sejumlah hal yang dinilai menjadi pemicu permasalahan dalam penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi ini. Salah satunya adalah sistem penerapan yang menurut aturan diserahkan oleh pemerintah daerah sehingga membuat pelaksanaan zonasi menjadi berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya. Dan hal ini tentunya membutuhkan sosialisasi lebih dari Pemda ke sekolah dan juga masyarakat.

Oleh karena itulah,  sejumlah solusi telah diterbitkan dan juga disiapkan penyempurnaannya oleh pemerintah. Diantaranya adalah dengan cara merevisi aturan yang dilakukan setelah mendapatkan masukan dari masyarakat dan juga Presiden.

BACA JUGA :  Polri Musnahkan 7 Hektare Ladang Ganja Di Gunung Lauser Dan Sita 592 Kg Ganja Kering

Kebijakan zonasi terkait PPDB ini bukan barang baru lagi di dunia pendidikan, bahkan penerimaan siswa baru berdasrkan zona ini juga dilakukan di sejumlah negara di dunia, antaralain di Inggris,  Amerika, Australia, Finlandia, Kanada, Jepang.

Menurut penelitian, pemberlakuan kebijakan zonasi ini menunjukkan kebijakan bersekolah di area tempat tinggi. Yang mana dipercaya dapat menyediakan ruang pengawasan pasca kegiatan belajar-mengajar di sekolah.

“Dengan adanya pengawasan yang komprehensif dari guru di sekolah dan juga orangtua di rumah, berbagai kasus kekerasan terhadap anak,  kenakalan remaja, narkoba, pergaulan bebas, pornografi, hingga radikalisme yang terjadi akibat peralihan waktu pengawasan oleh pihak sekolah ke keluarga yang terkadang tidak sinkron dapat diminimalisasi,” pungkasnya.(putri)