Jombang,Sekilasmedia.com-Terjadinya kebisingan yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, ternyata dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang serius, bahkan hingga menyebabkan ketulian permanen.
Hal ini disampaikan oleh dr. Purnaning Wahyu Prabarini, Sp. THT-KL, dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher (THT-KL) RSUD Jombang, dalam sebuah acara Jombang Interaktif Radio Suara Jombang yang mengungkapkan dampak kebisingan terhadap kesehatan telinga.
Menurut dr. Purnaning, kebisingan yang dimaksud bukan hanya suara keras seperti yang kita dengar di pasar, melainkan juga suara dengan intensitas tinggi yang terus menerus dalam jangka waktu lama. “Bising itu adalah suara keras yang tidak kita harapkan dan mengganggu pendengaran kita. Kebisingan yang berkelanjutan atau mendadak, seperti suara petir atau ledakan keras, dapat merusak telinga,” terangnya.
Kebisingan dengan tingkat desibel tinggi yang terus menerus, seperti yang sering terjadi di pabrik atau tempat hiburan, berisiko menyebabkan gangguan pendengaran yang bersifat irreversibel atau tidak bisa dipulihkan.
“Ketulian yang disebabkan oleh kebisingan tidak bisa diobati. Itulah kenapa penting untuk mencegahnya,” terang dr. Purnaning dalam sebuah podcast yang diterima pada Senin (10/3/2025) lalu.
“Telinga manusia memiliki batas toleransi terhadap kebisingan. Suara paling keras yang masih bisa diterima oleh telinga manusia adalah sekitar 80 desibel. Jika lebih dari itu, gangguan pendengaran bisa terjadi. Contohnya, suara mesin gergaji yang mencapai 100 desibel atau suara dari tempat hiburan seperti diskotik dan karaoke yang lebih dari 90 desibel, berisiko merusak pendengaran jika terpapar dalam jangka waktu lama,” jelasnya.
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kebisingan adalah dengan menggunakan sound level meter yang kini bisa diakses melalui aplikasi di ponsel. Dengan alat ini, kita dapat mengetahui berapa desibel suara di sekitar kita, sehingga bisa lebih berhati-hati jika berada di tempat yang bising.
“Beberapa kelompok memiliki risiko lebih tinggi terkena gangguan pendengaran akibat kebisingan. Anak-anak yang sering bermain di tempat hiburan anak-anak, seperti di mall atau tempat bermain, pekerja di pabrik, serta generasi muda yang sering menggunakan headset atau earphone dengan volume tinggi, merupakan kelompok yang rentan,” ujar dr. Purnaning.
Tidak hanya itu, kebisingan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti suara keras dari kendaraan atau konser, juga dapat mengancam kesehatan telinga. Telinga akan terasa sakit akibat getaran atau frekuensi tinggi yang masuk. Jika terlalu sering, ini bisa mengarah pada gangguan pendengaran permanen,” tambahnya.
Gejala awal gangguan pendengaran akibat kebisingan sering kali tidak disadari. Salah satunya adalah tinnitus atau dengingan di telinga. Menurutnya, tinnitus adalah gejala awal gangguan pendengaran akibat kebisingan. Jika dideteksi sejak dini, dan penderita segera menghindari kebisingan, maka kemungkinan besar pendengaran masih bisa membaik
Untuk mendeteksi gangguan pendengaran, tes audometri atau pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan. Pada tes ini, penurunan pendengaran pada frekuensi tertentu, atau terjadi takik pada frekwensi 4000 Hz, bisa menjadi indikasi bahwa pasien sudah terpapar dg kebisingan yg mengganggu pendengaran.
Pentingnya Perlindungan Telinga
dr. Purnaning menekankan pentingnya menggunakan pelindung telinga, seperti ear plug atau ear muff, terutama bagi mereka yang bekerja di lingkungan bising atau sering terpapar suara keras. Dengan langkah pencegahan ini, risiko gangguan pendengaran dapat diminimalisir.
“Jika kita mulai merasakan gejala seperti tinnitus, sakit kepala, atau gangguan konsentrasi setelah terpapar kebisingan, segera hindari kebisingan dan periksakan diri ke dokter THT. Lebih baik mencegah daripada mengobati,” pungkas dr. Purnaning.(Wo/Adv)
Sumber : Humas RSUD Jombang
Editor: Stella