Daerah

Demo Rusuh atau Perusuh Demo, Mafindo Ingatkan Bahaya Hoaks di Tengah Aksi Massa

×

Demo Rusuh atau Perusuh Demo, Mafindo Ingatkan Bahaya Hoaks di Tengah Aksi Massa

Sebarkan artikel ini
Ardiansyah Herjunanto, AKBP Prawoto, Syifaul Arifin, T. Supriyadi, Sherlizzein Sharifazia dalam Talk Show bertajuk “Demo Rusuh atau Perusuh Demo”

Semarang,Sekilasmedia.com – Aksi demonstrasi yang berujung rusuh di Jawa Tengah beberapa waktu lalu menjadi sorotan dalam *Talk Show* bertajuk **“Demo Rusuh atau Perusuh Demo”** yang digelar Forum Wartawan Pemprov dan DPRD Jawa Tengah (FWPJT) di Kantor Gubernur Jateng, Kamis (9/10).

Diskusi yang juga didukung oleh Bank Jateng itu menghadirkan empat narasumber, masing-masing AKBP Prawoto (Kabag Wasidik Ditreskrimum Polda Jateng), Syifaul Arifin (perwakilan Mafindo Jateng), T. Supriyadi (pengamat sosial Universitas Bhayangkara), dan Sherlizzein Sharifazia (pelajar SMA Kaliwungu). Acara dipandu oleh Ardiansyah Herjunanto.

Dalam pemaparannya, AKBP Prawoto menegaskan pentingnya peran koordinator lapangan (korlap) agar aksi unjuk rasa berjalan tertib dan damai.

“Korlap harus mampu mengendalikan massa, memastikan jumlah peserta, mengantisipasi penyusup, dan mencegah tindakan anarkis. Termasuk memastikan peserta tidak membawa barang berbahaya,” ujarnya.

Ia menambahkan, pada aksi unjuk rasa Agustus lalu, situasi sempat memanas hingga berujung pada penangkapan sejumlah orang.

“Kami garis bawahi, yang kami amankan bukan pendemo, tetapi perusuh. Setelah aksi damai selesai, muncul tindakan anarkis yang memicu kekacauan,” tegasnya.

Sementara itu, Syifaul Arifin dari Mafindo Jateng mengungkapkan bahwa salah satu pemicu kerusuhan adalah derasnya arus disinformasi dan hoaks di media sosial.

“Ada peningkatan berita bohong yang menunggangi situasi. Publik mudah tersulut emosi dan itu mengganggu keamanan serta ketertiban umum,” paparnya.

Menurut Syifaul, perlu langkah bersama antara masyarakat, media, dan aparat untuk menekan penyebaran hoaks serta menjaga aspirasi publik tetap disampaikan secara damai.

Dari perspektif generasi muda, Sherlizzein Sharifazia, pelajar SMA Kaliwungu, menilai bahwa kritik terhadap pemerintah sah-sah saja, namun harus diiringi ruang dialog.

“Sekarang ini no viral no justice, jadi kritik harus cepat ditanggapi sebelum berujung aksi di jalan,” ujarnya.

Ia menambahkan, banyak pelajar yang ikut aksi karena terpengaruh unggahan di media sosial tanpa memahami substansi tuntutan.

Sedangkan T. Supriyadi, pengamat sosial dari Universitas Bhayangkara, menilai fenomena media sosial saat ini sudah “kebablasen”. Informasi beredar tanpa proses *check and recheck*, sehingga rawan menimbulkan provokasi.

“Banyak demo yang akhirnya melibatkan anak di bawah umur karena pengaruh media sosial. Aparat sebenarnya sudah bertindak prosedural, namun eskalasi di lapangan sering membuat situasi sulit dikendalikan,” jelasnya.

Diskusi interaktif tersebut menyoroti perlunya literasi digital dan komunikasi terbuka antara masyarakat, pemerintah, serta aparat keamanan agar penyampaian aspirasi tidak lagi berujung pada aksi rusuh.