Probolinggo, Sekilasmedia.com – Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Alokasi APBDesa Blimbing Kecamatan Pakuniran Kabupaten Probolinggo kini dalam tahap penyelidikan di Kejaksaan Negeri Kraksaan. Penyelidikan terhadap APBDesa Blimbing tersebut atas laporan LSM Aliansi Masyarakat Peduli Probolinggo (AMPP) pada bulan Juli 2018.
“Secara kelembagaan (Surat No. 011/VII/2018), kami telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi APBDesa Blimbing Tahun Anggaran 2015, 2016, 2017, dan 2018 kepada Kejaksaan Negeri Kraksaan. Atas laporan kami tersebut kemudian berdasarkan MoU APIH dan APH pada Tahun 2018, Jaksa meminta audit kepada Inspektorat Kab. Probolinggo. Kemudian hasil audit Inspektorat Kabupaten Probolinggo diserahkan kepada Jaksa untuk dilakukan tindak lanjut. Ini senafas dengan Pasal 385 ayat 3 dan ayat 5 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” ungkap H. Luthfi Hamid Ketua LSM AMPP pada Selasa (2/7).
Polemik Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Beberapa orang berpolemik terkait taktik beberpa oknum korup yang mengembalikan keuangan Negara pada waktu lidik oleh Penyelidik. Hal ini dipandang cara jitu oknum – oknum korup untuk menghentikan proses hukum yang dihadapinya.
Terkait polemik tersebut, Kasi Intelijen Kejari Kraksaan Agus Budiyanto, SH menjelaskan : “Dalam proses hukum dugaan tipidkor APBDesa Blibing, pengembalian kerugian keuangan Negara tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan dasar SKB 3 Menteri, sebab SKB 3 Menteri tersebut tidak berlaku surut. Kami akan terus menindak lanjuti hasil audit dari Inspektorat Kab. Probolinggo yang telah dikirimkan kepada Kejari Kraksaan. Doakan minggu depan sudah saya serahkan ke Pidsus untuk ditindak lanjuti ke tahap Penyidikan”.
Penjelasan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kraksaan senada dengan Pengamat Hukum Achmad alQuthfby. “Keberadaan dan eksistensi TP4 bukanlah dimaksudkan untuk dijadikan bunker tempat berlindung bagi para koruptor atau calon koruptor untuk melakukan praktek perbuatannya, maka TP4 semata-mata harus justru ditujukan untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, baik, profesional, transparan, dan akuntabel.
Sehingga tatkala ditemukan tindak penyimpangan hukum yang dilakukan secara sengaja serta ditemukan cukup bukti kuat, tidak terbantahkan, dan telah mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara, maka barulah Bidang Pidana Khusus bergerak melakukan penindakan hukum secara represif. Jika MoU APH dan APIP tersebut diinterpretasikan secara ekstrim maka oknum – oknum korup tidak akan takut lagi dengan hukum jika sanksinya hanyalah mengembalikan kerugian, kemudian perkara terhenti. Interpretasi yang kuat menurut saya adalah jika ditemukan unsur fraud, rekayasa, pemalsuan tanda tangan, fisik menyimpangi spesifikasi, mark-up, yang pada intinya ada actus reus &mens rea yang jelas korup maka sudah jelas harus diselesaikan dengan penegakan hukum.
Jika berdasarkan hasil audit terdapat korupsi APBDesa pada setiap tahun anggaran maka sudah jelas harus diproses pidana, tidak bisa hanya dianggap administrasi, karena kuat unsur “still going on” (berkelanjutan), sebagaimana Surat JAMPidsus No. B-1113/F/Fd.1/05/2010 tanggal 18 Mei 2010”.(mul)