Mersinde seçkin mersin escort bayan larla özel bir deneyim yaşayın, Samsunda escort samsun ile farklı anlar geçirin. Kadıköyde özel ve güvenilir hizmetler için anadolu yakası escort bayan bayanlarıyla tanışın! İstanbul’un gece atmosferinde istanbul gece hayatı keşfedin.

Kemenangan Trump: Awal dari Tantangan Baru bagi Indonesia

Jakarta,Sekilasmedia.com-Kemenangan Donald Trump atas Kamala Harris dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) 2024 membawa ancaman kembalinya kebijakan proteksionisme yang telah mewarnai periode pertama pemerintahannya pada 2017–2021. Proteksionisme, sebagaimana dijelaskan oleh Sumadji et al. dalam Radhica (2023), adalah kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk mengendalikan impor dan ekspor melalui hambatan perdagangan seperti tarif atau kuota yang bertujuan melindungi industri domestik dari persaingan luar negeri. Dalam konteks pemerintahan Trump, pendekatan ini diperkenalkan melalui kampanye “America First” yang secara eksplisit memprioritaskan kepentingan ekonomi domestik AS. Namun, kebijakan semacam ini sering kali memicu efek domino negatif bagi perekonomian global.

Sebagai negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia, AS memegang pengaruh besar terhadap dinamika perdagangan internasional dan rantai pasokan global. Setiap kebijakan fiskal maupun moneter yang diterapkan AS memiliki potensi untuk mengguncang ekonomi dunia, terutama negara-negara berkembang yang bergantung pada pasar global. Trump diperkirakan akan kembali memberlakukan tarif bea masuk tinggi untuk produk impor, seperti kenaikan 60% untuk produk asal Cina dan 10–20% untuk produk dari negara lain. Kebijakan ini tidak hanya memperkuat perang dagang AS dan Cina tetapi juga membawa konsekuensi luas bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, yang berada dalam jaringan rantai pasok global.

Proteksionisme Trump dan Dampaknya bagi Indonesia

Dari perspektif Indonesia, kebijakan proteksionisme Trump menjadi tantangan besar dalam hubungan perdagangan bilateral. Produk ekspor unggulan Indonesia yaitu non-migas seperti minyak kelapa sawit, ban karet, dan alas kaki, berpotensi menghadapi tarif masuk yang lebih tinggi di pasar AS. Kondisi ini tidak hanya membuat produk-produk tersebut menjadi lebih mahal tetapi juga mengurangi daya saingnya. Sebagai salah satu mitra dagang utama, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, AS menjadi pasar strategis bagi Indonesia dengan nilai ekspor non-migas mencapai 19,164.7 juta dolar AS per Januari-September 2024, atau naik 10,17 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar 17,40 juta dolar AS. Hambatan perdagangan seperti peningkatan tarif bea masuk ini dapat berujung pada penurunan volume ekspor, yang berdampak pada surplus neraca perdagangan Indonesia.

BACA JUGA :  Didanai Rp 30 Miliar, Kebun Raya Jagatnatha Segera Dibuka untuk Umum

Sumber: Data Kementerian Perdagangan; Diolah oleh penulis

Dampak ini semakin kompleks mengingat hubungan ekonomi AS-Cina yang memanas. Sebagai mitra dagang utama Indonesia, penurunan ekspor Cina ke AS berpotensi mengurangi permintaan bahan baku dari Indonesia, yang selama ini menjadi bagian penting dari rantai pasokan global. Selama periode pertama Trump, meskipun Indonesia mencatatkan surplus perdagangan, dinamika global yang kian tidak menentu memaksa Indonesia untuk segera mengadopsi langkah mitigasi guna melindungi stabilitas ekonominya.

Dedolarisasi dan Beban Baru bagi Indonesia

Tidak hanya tarif impor, kebijakan Trump yang lain, seperti pengenaan bea masuk sebesar 100% terhadap barang dari negara-negara yang aktif melakukan dedolarisasi, turut memperburuk posisi Indonesia. Kebijakan ini bertujuan memberikan disinsentif bagi negara-negara yang mencoba mengurangi ketergantungan pada dolar AS dengan beralih ke mata uang lokal dalam perdagangan internasional. Tantangan ini menjadi signifikan bagi Indonesia yang baru saja bergabung dengan BRICS. BRICS dikenal sebagai aliansi ekonomi yang gencar mempromosikan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral.

Dengan diberlakukannya kebijakan tersebut, produk Indonesia akan semakin sulit menembus pasar AS karena kenaikan harga dan kehilangan daya saing. Akibatnya, posisi Indonesia sebagai mitra dagang strategis AS semakin terancam, dan risiko ekonomi domestik pun meningkat.

Langkah Strategis Menuju Ketahanan Ekonomi

Pemerintah Indonesia memiliki peran sentral dalam menghadapi tantangan ini. Langkah-langkah seperti pemberian insentif pajak, penyederhanaan perizinan ekspor, dan peningkatan keterampilan tenaga kerja menjadi krusial. Inisiatif-inisiatif ini tidak hanya memperkuat daya saing industri dalam negeri tetapi juga mempercepat transisi Indonesia dari eksportir komoditas mentah menjadi eksportir produk bernilai tambah tinggi.

Diversifikasi pasar ekspor juga menjadi strategi penting untuk meminimalkan dampak dari kebijakan proteksionisme Trump. Memperluas kerja sama ekonomi regional, seperti ASEAN dan perjanjian perdagangan multilateral lainnya, dapat memberikan alternatif pasar yang lebih stabil dan terhindar dari ketidakpastian kebijakan negara besar seperti AS. Penguatan pasar domestik pun tidak kalah penting, dengan tujuan menciptakan permintaan stabil yang mampu menopang ekonomi nasional di tengah fluktuasi pasar global.

BACA JUGA :  Keluarga Besar MAN Sidoarjo Mengucapkan "Selamat Hari Amal Bakti Kementrian Agama RI"

Kemenangan Trump dalam pemilihan presiden AS 2024 menciptakan tantangan yang kompleks bagi Indonesia. Proteksionisme perdagangan yang kembali digencarkan, perang dagang yang memanas, serta kebijakan dedolarisasi menjadi faktor-faktor yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam menghadapi ancaman ini, Indonesia harus mengadopsi pendekatan strategis yang melibatkan penguatan daya saing, diversifikasi pasar, serta kolaborasi ekonomi regional.

Di sisi lain, pemerintah perlu menciptakan kebijakan domestik yang mendukung pengembangan industri lokal, seperti mendorong investasi dalam sektor bernilai tambah dan memberikan insentif yang memperkuat daya saing ekspor. Dengan langkah yang terintegrasi, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif proteksionisme Trump sekaligus memperkuat posisinya dalam peta ekonomi global yang terus berubah.

Ditulis Oleh:

Adilah Dzakiyah Lubis, Mahasiswi Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Daftar Referensi:

Radhica, D. D. (2023). Proteksionisme Nikel Indonesia dalam Perdagangan Dunia. Cendekia Niaga, 7(1), 74-84. https://doi.org/10.52391/jcn.v7i1.821

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2024). Ekspor non-migas berdasarkan negara tujuan. Satu Data Kemendag. Diakses dari https://satudata.kemendag.go.id/data-informasi/perdagangan-luar-negeri/ekspor-non-migas-negara

DDTC News. (2024). Trump ingin kenakan bea masuk 100% ke negara yang lakukan dedolarisasi. Diakses dari https://news.ddtc.co.id/berita/internasional/1805361/trump-ingin-kenakan-bea-masuk-100-ke-negara-yang-lakukan-dedolarisasi

Fitriyanti, R., Judistia, A., Ulvatmi, J., Hanun T.W.A, R., & Nurhaliza, S. (2023). Dampak Proteksionisme Amerika Serikat Terhadap Indonesia Dalam Perspektif Konstruktivisme. Emerald: Journal of Economics and Social Sciences, 2(1), 37–46. Diakses dari https://jurnalsains.id/index.php/emerald/article/view/48